Badan Pusat Statistik (BPS) menyampaikan, surplus neraca perdagangan barang Indonesia mencapai US$876 juta atau US$0,87 miliar pada Februari 2024. Capaian ini memperpanjang maraton surplus sejak empat tahun lalu.
"Dengan demikian neraca perdagangan Indonesia telah mencatatkan surplus selama 46 bulan berturut-turut sejak Mei 2020," ujar Plt. Kepala BPS Amalia A. Widyasanti, dalam konferensi pers daring, Jumat (15/3/2024).
Meski surplus, angkanya terpantau semakin kecil. Tercatat, surplus Februari lebih rendah US$1,13 miliar dari Januari 2024 atau month-to-month (mtm). Angkanya juga turun sebesar US$4,54 miliar dari Februari 2023 atau secara year-on-year (yoy).
Melalui laporannya, BPS menjelaskan, surplus ditopang sektor nonmigas, yakni US$2,63 miliar. Komoditas utamanya bahan bakar mineral, lemak dan minyak hewan nabati, serta besi dan baja.
Sayangnya surplus tereduksi oleh defisit perdagangan sektor migas US$1,76 miliar pada Februari 2024. Ini disumbang oleh hasil minyak maupun minyak mentah.
"Defisit neraca migas Februari 2024 lebih rendah dari bulan sebelumnya maupun bulan yang sama tahun sebelumnya [2023]," kata Amalia.
Selama Januari–Februari 2024 sektor migas mengalami defisit US$3,06 miliar. Namun, masih terjadi surplus pada sektor nonmigas US$5,93 miliar sehingga secara total mengalami surplus US$2,87 miliar.
BPS mendata, sedikitnya ada tiga negara penyumbang surplus perdagangan Indonesia terbesar pada Februari 2024.
Urutan pertama, Amerika Serikat, sebesar US$1,44 miliar. Disusul India sebesar USS1,14 miliar dan Filipina sebesar US$627,8 juta.
Sementara tiga besar penyumbang defisit terdalam adalah Tiongkok (minus US$1,85 miliar); Thailand (minus US$549,6 juta); dan Singapura (minus US$317,1 juta).
(Baca juga: Indonesia Surplus Neraca Dagang 45 Bulan Beruntun sampai Januari 2024)