Lumpuhnya sektor pariwisata memukul perekonomian Bali selama terjadi pandemi Covid-19. Pasalnya, sektor penyediaan akomodasi dan makan minum merupakan penopang terbesar perekonomian di provinsi yang berjulukan Pulau Dewata tersebut.
Terhentinya aktivitas kegiatan sosial masyarakat Bali berdampak pula terhadap pendapatan penduduk di saat terjadi pandemi Covid-19. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan produk domestik regional bruto (PDRB) per kapita Bali atas dasar harga berlaku (ADHB) senilai Rp50,38 juta. Artinya, pendapatan penduduk Bali sebesar Rp50,38 juta per tahun.
(Baca: Ekonomi Bali Kembali Mengalami Kontraksi 2,47% Sepanjang 2021)
Jika diukur menurut PDRB per kapita atas dasar harga konstan (ADHK) 2010, pendapatan penduduk Bali susut 3,64% pada tahun lalu dibanding tahun sebelumnya. Hal tersebut merupakan kedua kalinya selama terjadi pandemi Covid-19.
Susutnya pendapatan penduduk tersebut selaras dengan perekonomian Bali yang mencatat pertumbuhan negatif dalam 2 tahun secara beruntun. Ekonomi Bali mengalami kontraksi 2,47% pada tahun lalu dan mengalami kontraksi sedalam 9,33% pada 2020.
(Baca: 9 Sektor Usaha di Bali yang Tumbuh Negatif Sepanjang 2021)
Terhentinya detak sektor pariwisata membuat sektor transportasi dan pergudangan Bali mengalami kontraksi sedalam 17,5% pada tahun lalu. Diikuti sektor penyediaan akomodasi dan makan minum juga mencatat pertumbuhan negatif 10,5%, serta pengadaan listrik dan gas sedalam 5,08%.
Pelonggaran protokol penanganan Covid-19 dan puncak perhelatan pertemuan tahunan Konfrensi Tingkat Tinggi (KTT) G-20 dapat mendorong pertumbuhan perekononomian, termasuk juga sektor pariwisata.
(Baca: Pengeluaran Konsumsi Masyarakat Bali Tumbuh Paling Rendah se-Indonesia pada 2021)
Sebagai informasi, sektor penyediaan akomodasi dan makan minum berkontribusi sebesar 16,6% terhadap PDRB Bali. Kontribusi tersebut terbesar dibandingkan dengan sektor lainnya.