Pengeluaran untuk makanan dan minuman jadi di Kabupaten Bojonegoro mencapai Rp178.423 per kapita per bulan pada tahun 2024. Informasi ini seperti data yang diolah dari data Susenas oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Angka ini menunjukkan penurunan sebesar 2% dibandingkan tahun sebelumnya.
Jika dibandingkan dengan total pengeluaran per kapita sebulan untuk aneka barang dan jasa yang mencapai Rp214.442, pengeluaran untuk makanan dan minuman jadi menyumbang sekitar 83,2%. Sementara itu, jika dibandingkan dengan rata-rata pengeluaran per kapita sebulan untuk makanan, yang mencakup makanan jadi dan bahan makanan, proporsi pengeluaran makanan dan minuman jadi ini cukup signifikan.
(Baca: PDRB ADHB Sektor Industri Makanan dan Minuman Periode 2013-2024)
Secara historis, pengeluaran untuk makanan dan minuman jadi di Bojonegoro fluktuatif dalam tujuh tahun terakhir. Setelah mengalami penurunan dari 2018 (Rp172.118) ke 2019 (Rp155.658), kemudian sedikit naik pada 2020 (Rp168.217), kembali sedikit menurun pada 2021 (Rp145.662). Tahun 2023 menjadi tahun pengeluaran tertinggi dengan angka Rp182.078, sebelum akhirnya sedikit menurun di tahun 2024.
Masyarakat Bojonegoro pada tahun 2024 mengalokasikan dana yang cukup besar untuk kebutuhan makanan dan minuman jadi, tercermin dari pengeluaran rata-rata per kapita yang mencapai Rp178.423 per bulan. Namun, alokasi dana ini berada di urutan ke-26 di antara kabupaten/kota se-Jawa Timur dan urutan ke-280 secara nasional. Posisi ini menunjukkan bahwa konsumsi makanan dan minuman jadi di Bojonegoro masih berada di bawah rata-rata jika dibandingkan dengan daerah lain di Jawa Timur maupun di Indonesia.
(Baca: Statistik Penduduk Beragama Protestan di DKI Jakarta 2019-2024)
Berdasarkan data BPS, urutan konsumsi makanan dan minuman jadi di Jawa Timur diduduki oleh Kota Surabaya, Kota Madiun, Kabupaten Gresik, Kota Pasuruan, dan Kota Kediri. Kota Surabaya memiliki nilai pengeluaran tertinggi, yakni Rp400.939 per kapita per bulan, dengan pertumbuhan 14,5%. Sementara itu, Kabupaten Sumenep justru mengalami penurunan tajam sebesar 26,5%.
Kota Surabaya
Kota Surabaya menunjukkan performa yang solid dalam hal pengeluaran per kapita, terutama untuk sektor non makanan. Dengan pengeluaran mencapai Rp1.541.006, pertumbuhan sebesar 34% menunjukkan peningkatan kesejahteraan dan daya beli masyarakat yang tinggi. Ranking pertama di Jawa Timur semakin mengukuhkan posisi Surabaya sebagai pusat ekonomi dan konsumsi di provinsi ini.
Kota Malang
Kota Malang mencatatkan pengeluaran non makanan sebesar Rp1.216.228, yang menempatkannya di urutan kedua di Jawa Timur. Meskipun pertumbuhan hanya 4,5%, angka ini tetap menunjukkan stabilitas dan kekuatan ekonomi kota. Dengan pengeluaran yang besar, Malang menjadi salah satu pasar potensial bagi berbagai produk dan jasa.
Kota Madiun
Kota Madiun menunjukkan pertumbuhan yang signifikan dalam pengeluaran non makanan, mencapai 15,3%. Dengan nilai Rp1.192.091 dan menduduki peringkat ketiga di Jawa Timur, hal ini mengindikasikan peningkatan kesejahteraan masyarakat serta diversifikasi kebutuhan di luar sektor makanan.
Kabupaten Sidoarjo
Kabupaten Sidoarjo juga menunjukkan performa yang positif, dengan pengeluaran non makanan mencapai Rp1.077.404. Pertumbuhan sebesar 14,7% menunjukkan peningkatan daya beli masyarakat. Dengan menempati urutan keempat di Jawa Timur, Sidoarjo menjadi wilayah yang menarik bagi investasi dan pengembangan bisnis.