PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) (PLN) memiliki total utang sebesar Rp 649,2 triliun pada 2020. Jumlah tersebut hanya turun 0,98% dibandingkan pada tahun sebelumnya yang sebesar Rp 655,7 triliun.
Total utang PLN tersebut terdiri dari liabiltias jangka panjang dan jangka pendek. Liabiltias jangka panjang tercatat mencapai Rp 499,6 triliun, sedangkan liabilitas jangka pendek sebesar Rp 149,7 triliun.
Liabilias jangka panjang didominasi oleh obligasi dan sukuk ijarah sebesar Rp 192,8 triliun. Kemudian, utang bank sebesar Rp 154,5 triliun dan utang imbalan kerja Rp 54,6 triliun.
Sementara, liabilitas jangka pendek paling banyak berupa utang lain-lain Rp 30,9 triliun. Ada pula utang usaha pihak ketiga sebesar Rp 30,6 triliun, utang bank Rp 18,8 triliun, serta obligasi dan sukuk ijarah Rp 15 triliun.
Besarnya utang perusahaan setrum tersebut mendapatkan sorotan dari Menteri BUMN Erick Thohir. Dia tak ingin PLN bernasib serupa seperti PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) yang memiliki total utang hingga US$ 10,36 miliar pada kuartal III-2021.
Atas dasar itu, pemerintah berupaya menyehatkan arus keuangan PLN dengan memangkas anggaran belanja modal hingga 50%. PLN juga diminta untuk merenegosiasi utang dengan bunga yang lebih murah. Selain itu, PLN diminta melakukan negosiasi pembelian listrik (take or pay) senilai Rp 60 triliun.
(Baca: Total Utang Garuda Indonesia Capai US$ 10,36 Miliar pada Kuartal III-2020)