Indeks harga saham gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia pada perdagangan Senin (2/10) ditutup hanya naik 13,18 poin (0,22 persen) ke level 5.914,03 sehingga gagal mencatat rekor tertinggi baru. Padahal IHSG sempat menyentuh level tertingginya di 5.936,138 seiring terkendalinya inflasi, serta positifnya bursa regional. Rekor tertinggi penutupan indeks saat ini di posisi 5.915,36 pada (25/8).
Sejak akhir 2016-2 Oktober 2017, indeks bursa Jakarta telah naik 617,32 poin (10,44 persen) dan telah berada di atas 5.900. Secara teknikal, indeks bursa Jakarta masih berpeluang naik. Dari indikator Relative Strenght Index (RSI) 14 harian, IHSG masih berada di area netral, yakni 58,64 dari skala 0-100 sehingga masih berpotensi mencetak rekor tertinggi baru. Sebagai informasi, indeks RSI berada di level 70 mengindikasikan overbought (jenuh beli) dan level 30 mengindikasikan oversold (jenuh jual).
Sementara dari sisi fundamental, harga-harga saham di BEI sudah cukup mahal sehingga dapat membebani pergerakan indeks. Rasio harga terhadap laba bersih (Price Earning Rasio/PER) bursa domestik saat ini telah mencapai 23,09 kali. Jauh lebih mahal dibandingkan dengan PE rasio bursa Singapura (11,28 kali), bursa Malaysia 16,49 kali, bursa Hong Kong (13,72 kali), serta bursa Tokyo (18,43 kali). Harga saham bursa Jakarta hanya lebih rendah dari bursa Shenzhen, yakni dengan PER 35,26 kali.