Pelemahan nilai tukar mata uang terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bukan hanya dialami oleh Indonesia, tapi juga negara-negara berkembang (emerging market) lainnya. Berdasarkan data Bank Indonesia per 20 April 2018, rupiah terdepresiasi sebesar 2,32%. Kurs rupiah berada di posisi Rp13.804 per dolar AS berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor).
Pelemahan rupiah bukan yang terparah di antara mata uang negara berkembang lainnya. Dalam rentang satu tahun (YTD), beberapa negara mengalami pelemahan nilai tukar yang lebih besar dibanding rupiah. Di antaranya guaraní (Paraguay) dengan depresiasi sebesar 9,5%, lira (Turki) terdepresiasi 6,54%, peso (Filipina) sebesar 4%, rupee (India) sebesar 3,38%, dan real (Brasil) melemah sebesar 2,81%.
Adapun negara tetangga Indonesia yang mengalami penguatan nilai tukar adalah ringgit (Malaysia) terapresiasi 3,82% dan baht (Thailand) 4,01%.
Bank meyakini pelemahan rupiah hanya bersifat sementara. Bank sentral akan terus berupaya menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. BI menyebutkan bahwa faktor impor bukan penyebab utama pelemahan nilai tukar rupiah. Faktor globallah yang mempengaruhi psikologis pasar mata uang hingga terjadi depresiasi.