Perekonomian global yang dibayangi ketidakpastian telah dirasakan oleh para investor di pasar finansial domestik. Nilai tukar rupiah yang terdepresiasi terhadap dolar Amerika Serikat (AS) membuat para pemodal asing keluar dari pasar saham dan obligasi domestik. Hal ini yang membuat indeks harga saham gabungan (IHSG) dan indeks obligasi komposit (ICBI) Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA) bergerak di area negatif. Kekhawatiran terhadap perang dagang, krisis Argentina, serta defisit neraca perdagangan Indonesia membuat rupiah mengalami pelemahan paling dalam dibanding negara-negara kawasan Asia Tenggara lainnya.
Berdasarkan data Bloomberg, nilai tukar rupiah pada perdagangan 18 September 2018 ditutup di level Rp 14.885/dolar AS, yang berarti terdepresiasi 8,75% dibanding posisi akhir tahun lalu di Rp 13.555. Imbasnya, harga-harga saham di Bursa Efek Indonesia turun sehingga IHSG terkoreksi 8,56% ke posisi 5.811,79 dari level 6.355,65 akhir 2017. Demikian pula ICBI sepanjang tahun ini telah turun 5,43% ke 229,78 dari posisi akhir tahun lalu di 242,98.
Para pengelola dana asing sangat berhati-hati untuk kembali masuk ke pasar finansial global. Selain dampak dari jatuhnya harga saham maupun obligasi (surat utang), investasi para fund manajer asing tersebut juga akan tergerus oleh melemahnya nilai tukar rupiah jika akan dikonversikan ke mata uang asing sesuai asal negaranya. Secara riil, kerugian investor mancanegara juga akan bertambah oleh laju inflasi yang pada Agustus 2018 mencapai 3,2% (YoY).