Optimisme para pelaku pasar surat utang terhadap pertumbuhan ekonomi 2022, diperpanjangnya Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di Pulau Jawa dan Bali serta tertekannya dolar Amerika Serikat (AS) membuat obligasi terus diburu. Imbasnya, harga-harga obligasi domestik bergerak di area positif sepanjang Agustus 2021. Di sisi lain, yield (imbal hasilnya) makin tergerus.
Dari laman Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI), Indeks Obligasi Komposit Indonesia (INDOBeX Indonesia Composite Bond Index/ICBI) ditutup naik 0,7501 poin (0,23%) ke leve 327,9267 pada penutupan, Selasa, 31 Agustus 2021 dibanding penutupan sehari sebelum.
Secara akumulasi sepanjang Agustus 2021, ICBI telah naik 4,32 poin (1,34%). Secara akumulasi sepanjang tahun ini ICBI juga naik 13,62 poin atau 4,33% (year to date/ytd) dan juga naik 32,09 poin atau 10,85% dari posisi akhir Agustus 2020 (year on year/yoy).
Dengan menguatnya rupiah, investasi di pasar obligasi Indonesia menjadi lebih menarik. Selain dari imbal hasil, para investor asing juga diuntungkan dengan selisih kurs terapresiasinya rupiah terhadap dolar AS.
Berdasarkan data Asiabondsonline, yield obligasi Pemerintah Indonesia dengan tenor 10 tahun sebesar 6,12%/tahun pada penutupan 30 Agustus 2021. Imbal hasil tersebut lebih tinggi dibanding yield obligasi pemerintah negara lainnya seperti Vietnam (4,1%), Malaysia (3,21%), Vietnam (2,1%), maupun Thailand (1,59%).
Imbal hasil obligasi Indonesia juga lebih menarik dibanding obligasi Pemerintah Tiongkok (2,85%), Pemerintah Hong Kong (1,18%), Pemerintah Korea Selatan (1,91%), Pemerintah Singapura (1,43%), maupun AS (1,31%).
Nilai tukar rupiah hingga 30 Agustus 2021 menguat 2,23% terhadap dolar AS (ytd). Demikian pula mata uang ringgit Malaysia (3,25%), peso Filipina (3,63%), dan bath Thailand (7,79%). Sementara nilai tukar dong Vietnam melemah (1,4%) terhadap dolar AS.
(Baca: Rupiah Menguat, Indeks Obligasi Komposit Ditutup ke Level 327,93 (Selasa, 31/8))