Inflasi tinggi, menguatnya dolar Amerika Serikat terhadap mata uang dunia, dan ancaman resesi global telah membebani pergerakan harga saham-saham di bursa regional.
Ancaman inflasi yang melanda banyak negara telah memicu bank sentral untuk menaikkan suku bunga. Hal ini yang menjadi salah satu penyebab jatuhnya indeks bursa saham regional.
Terpantau, indeks harga saham gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia masih bergerak di teritori positif menjelang akhir tahun di tengah keterpurukan indeks bursa regional. Secara akumulasi sepanjang 3 Januari-21 Desember 2022, IHSG masih mencatat kenaikan 3,63% (ytd) ke level 6.820,66.
Ekonomi yang masih tumbuh di atas 5%, inflasi yang terkendali, serta neraca perdagangan masih mencatat surplus memberi optimisme bagi investor untuk tetap berinvestasi di bursa Jakarta.
Ekspor komoditas andalan Indonesia seperti minyak sawit, batu bara, nikel, karet dan lainnya mampu menopang neraca perdagangan Indonesia sepanjang Januari-November 2022 mencatat surplus US$50,59 miliar atau setara Rp758 triliun.
Indeks saham Dow Jones (bursa Amerika Serikat) yang menjadi barometer bursa dunia sepanjang tahun ini turun 8,15% ke level 33.376,48.
Demikian pula indeks saham bursa Asia juga mengalami koreksi sepanjang Januari-Desember 2022. Indeks saham SET (Thailand) turun 2,78% ke level 1.611,62. Indeks saham FTSE BM (Malaysia) terkoreksi 6,88% ke posisi 1.459,72.
Indeks saham Nikkei225 sepanjang tahun ini juga merosot 8,35% ke level 26.387,72. Indeks saham PSE (Filipina) turun 8,45% ke posisi 6.520,8. Indeks saham Shanghai Komposit juga terkoreksi 15,7% ke 3.068,41.
Indeks saham Hang Seng (Hong Kong) melorot 18,11% sepanjang tahun ini ke posisi 19.160,49. Indeks saham KOSPI (Korea Selatan) turun 1,79% ke level 2.328,95, serta indeks saham VN (Vietnam) juga anjlok 32% ke posisi 1.018,88.
(Baca: Tren Turun Berakhir! IHSG Kembali Menguat ke 6.734,45 (Senin, 12 Desember 2022))