Bank sentral Amerika Serikat (The Fed) yang masih berpeluang menaikkan suku bunga acuannya sebanyak tiga kali hingga akhir tahun ini membuat dolar digdaya terhadap mata uang utama dunia. Sentimen tersebut membuat dolar juga menguat terhadap mata uang regional, termasuk rupiah. Pada analis memprediksi The Fed akan kembali menaikkan suku bunga acuannya 25 basis point (bps) menjadi dua persen dalam sidang pertengahan tahun ini.
Setelah Bank Indonesia (BI) menurunkan suku bunga acuannya BI 7-day Reserve Repo Rate hingga ke level terendahnya di 4,25%, The Fed justru sebaliknya menaikkan suku bunga patokan. BI menurunkan suku bunganya dengan tujuan untuk lebih menggerakkan ekonomi riil seiring lesunya dunia usaha. Sementara bank sentral Amerika justru mengerek suku bunganya untuk mengerem laju inflasi. Saat ini selisih suku bunga BI dengan The Fed hanya 250 bps padahal selisih suku bunga kedua bank sentral tersebut masih mencapai 500 bps pada awal 2015.
Dengan naiknya suku bunga The Fed membuat selisih suku bunga bank sentral AS dengan rupiah semakin menyempit. Artinya peluang memperoleh keuntungan dalam berinvestasi di Indonesia akan semakin menipis. Ini yang membuat investor asing untuk keluar dari pasar finansial domestik. Secara fundamental, rupiah masih solid yang didukung oleh pertumbuhan ekonomi di atas lima persen, inflasi terkendali, cadangan devisa masih cukup membiayai lebih dari 7 bulan ekspor maupun utang luar negeri pemerintah serta terjaganya defisit anggaran dan perdagangan.