Pemerintah Indonesia berencana menggunakan dimethyl ether (DME) sebagai energi alternatif pengganti liquified petroleum gas (LPG).
DME ini berupa gas hasil pengolahan batu bara, yang bisa dipakai sebagai bahan bakar untuk keperluan rumah tangga.
"DME ini adalah hilirisasi dari batu bara low calorie dengan harga yang jauh lebih murah dibandingkan dengan LPG," kata Menteri ESDM Bahlil Lahadalia, diberitakan Katadata.co.id (27/10/2025).
Menurut Bahlil, penggunaan DME bertujuan mengurangi ketergantungan Indonesia akan impor LPG.
Ia pun menyatakan proyek hilirisasi atau pengolahan batu bara menjadi DME akan dilakukan secara bertahap mulai awal tahun 2026.
"Sekarang hasil studinya sudah diserahkan kepada Danantara, dan insya Allah di awal tahun atau di akhir tahun ini sudah bisa kita eksekusi secara bertahap," kata Bahlil.
(Baca: Indonesia Bergantung pada LPG Impor sampai 2024)
Kendati diklaim lebih murah, emisi gas rumah kaca dari produksi DME jauh lebih besar ketimbang LPG.
Hal ini diungkapkan International Energy Agency (IEA) dalam laporan An Energy Sector Roadmap to Net Zero Emissions in Indonesia (2022).
Merujuk laporan tersebut, proses gasifikasi batu bara menjadi DME menghasilkan emisi antara 360—390 kilogram ekuivalen karbon dioksida per gigajoule (kg CO2e/GJ).
Sedangkan emisi dari siklus impor LPG hanya berkisar antara 75—90 kg CO2e/GJ.
IEA juga memperkirakan, produksi DME batu bara akan tetap menghasilkan banyak emisi, sekalipun dilengkapi dengan teknologi penangkapan emisi karbon atau carbon capture, utilization, and storage (CCUS).
"Bahkan dengan tingkat penangkapan emisi tertinggi yang dapat dicapai, emisi siklus hidup produksi batu bara menjadi DME akan lebih tinggi dari LPG," kata IEA dalam laporannya.
"Produksi DME dari batu bara dengan CCUS tidak mungkin menghasilkan pengurangan emisi yang signifikan dibanding impor LPG saat ini," kata mereka.
(Baca: Target Besar Hilirisasi Batu Bara Indonesia, Akankah Tercapai?)