Hasil survei lembaga survei Onepoll bersama lembaga kesehatan online Vida Health menunjukkan, laki-laki cenderung menutupi kondisi mentalnya, utamanya ketika mereka akan atau telah mendapatkan bantuan profesional.
Vida Health berkeyakinan, ada stigma terhadap laki-laki dengan kondisi mental yang membutuhkan bantuan.
Sebanyak 63% dari total responden laki-laki menyebut, mereka menyembunyikan fakta bahwa telah mendapatkan perawatan kesehatan mental. Sementara hanya 34% perempuan yang menutupinya.
Adapun alasannya untuk laki-laki, sebanyak 50% merasa malu untuk menceritakan bahwa mereka sudah berkonsultasi ke ahli. Sedangkan 40% merasa hal itu memalukan atau membuatnya rendah.
Tak hanya itu, 39% dari mereka juga merasa takut jika orang terdekat mengetahui mereka akan menjalani terapi.
Angka itu lebih tinggi daripada suara perempuan yang merasa malu (23%), memalukan (17%), dan takut (16%).
(Baca juga: Masalah Keuangan hingga Tekanan dari Pasangan Jadi Pemicu Kesehatan Mental di Indonesia)
Bahaya menutupi kondisi kesehatan mental
Vida Health menyebut, perasaan malu yang meningkat itu mungkin menjadi alasan laki-laki dengan kondisi kesehatan mental yang terdiagnosis mengaku lebih sering mengalihkannya.
Responden yang berbasis di Amerika Serikat ini menjawab kerap mengalihkannya dengan penyalahgunaan alkohol (49%), penyalahgunaan narkotika (40%), dan menyakiti diri sendiri (35%).
Perilaku tersebut tampaknya jauh lebih jarang terjadi di kalangan perempuan. Hanya 27% yang melaporkan penyalahgunaan alkohol, 23% mengakui penyalahgunaan zat dan 20% terpaksa menyakiti diri sendiri untuk mengatasinya.
Hanya 32% dari total responden yang tidak setuju bahwa pria kurang emosional dibandingkan wanita. Artinya, mayoritas (68%) setuju bahwa pria kurang emosional dan oleh sebab itu laki-laki dianggap lebih kecil kemungkinannya untuk menderita masalah kesehatan mental.
Sementara itu, 55% berpendapat bahwa perempuan memiliki sistem pendukung yang lebih baik daripada pria sehingga perempuan lebih mungkin mendapatkan bantuan untuk kesehatan mentalnya.
Mark Hedstrom, Direktur Eksekutif AS Movember menjelaskan, stigma merasa lemah serta rentan dan mencari bantuan untuk kesehatan mental bagi banyak pria masih sangat kuat hingga saat ini. Mereka dianggap harus selalu tegar.
"Sebagai masyarakat, kita perlu mendobrak penghalang ini dan membantu pria memahami pentingnya membuka diri dan mendapatkan bantuan di saat-saat sulit itu. Kita juga perlu saling memperhatikan, memeriksa pria dalam hidup Anda, itu benar-benar akan memulai percakapan yang bisa menyelamatkan nyawa," kata Hedstrom dalam laporan Vida Health.
Survei ini dilakukan terhadap 2.004 responden di Amerika Serikat. Riset dipublikasikan pada 13 Oktober 2021.
(Baca juga: Apa Saja Program Kesehatan Mental Paling Banyak Diberikan di Dunia?)