Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pada 2024, 100 persen desa di Kabupaten Halmahera Timur, Maluku Utara, sebagian besar keluarganya menggunakan minyak tanah untuk memasak. Angka ini menunjukkan kenaikan sebesar 10,58 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Data historis menunjukkan fluktuasi signifikan. Tahun 2014, persentase hanya 4,81 persen, melonjak menjadi 78,85 persen pada 2018, lalu turun drastis ke 14,42 persen pada 2019. Kemudian meningkat tajam menjadi 89,42 persen pada 2020 dan bertahan hingga 2021.
Rata-rata persentase selama tiga tahun terakhir (2021-2024) adalah 92,95 persen, lebih tinggi dibandingkan rata-rata lima tahun terakhir (2019-2024) yaitu 77,32 persen. Kenaikan tertinggi terjadi pada 2018, dengan pertumbuhan 1540 persen, sedangkan penurunan terendah terjadi pada 2019, turun turun 81,71 persen. Anomali terlihat pada periode 2018-2019, di mana terjadi penurunan tajam setelah lonjakan signifikan.
Secara peringkat di Pulau Maluku, Halmahera Timur menempati posisi ke-3 pada 2024, naik dari posisi ke-19 pada 2021. Secara nasional, kabupaten ini berada di peringkat ke-11. Dibandingkan dengan kabupaten/kota lain di Pulau Maluku, beberapa daerah mencatatkan persentase yang sama, yaitu 100 persen, seperti Kota Ternate, Kota Ambon, dan Kabupaten Buru Selatan.
Data perbandingan menunjukkan bahwa banyak daerah lain di Indonesia juga mencatatkan persentase 100 persen, terutama di Sumatera, Nusa Tenggara dan Bali, Papua, dan Sulawesi. Hal ini mengindikasikan bahwa ketergantungan pada minyak tanah untuk memasak masih tinggi di berbagai wilayah Indonesia. Kenaikan tertinggi dalam data historis terjadi pada tahun 2018, menunjukkan adanya perubahan signifikan dalam pola konsumsi energi di Halmahera Timur.
Penurunan tajam pada tahun 2019 menjadi anomali yang perlu diteliti lebih lanjut, apakah disebabkan oleh perubahan kebijakan, ketersediaan sumber energi alternatif, atau faktor lainnya. Dibandingkan dengan kondisi tiga atau lima tahun terakhir, fluktuasi ini menunjukkan bahwa tren penggunaan minyak tanah untuk memasak di Halmahera Timur tidak stabil dan cenderung fluktuatif, dengan lonjakan dan penurunan yang signifikan dari tahun ke tahun.
Kota Sorong
Kota Sorong menempati peringkat pertama di Pulau Papua dengan nilai 100 persen. Nilai ini sama dengan tahun sebelumnya, menunjukkan konsistensi dalam penggunaan minyak tanah untuk memasak. Pertumbuhan nol persen mengindikasikan bahwa tidak ada perubahan signifikan dalam pola konsumsi energi di kota ini. Dengan peringkat yang sama dengan beberapa daerah lain di Indonesia, Kota Sorong menunjukkan bahwa ketergantungan pada minyak tanah masih tinggi di wilayah ini.
Kota Kupang
Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur, juga mencatatkan nilai 100 persen, menempatkannya di peringkat pertama di pulau tersebut. Tidak ada perubahan dari tahun sebelumnya, pertumbuhan nol persen mencerminkan stabilitas penggunaan minyak tanah di wilayah ini. Konsistensi ini sejalan dengan banyak daerah lain di Indonesia yang masih mengandalkan minyak tanah sebagai sumber energi utama untuk memasak.
Kota Solok
Kota Solok di Sumatera mencatatkan nilai 100 persen, menempatkannya di peringkat ketiga di pulau tersebut. Tidak ada perubahan dari tahun sebelumnya, dengan pertumbuhan nol persen menunjukkan stabilitas dalam penggunaan minyak tanah. Meskipun berada di peringkat ketiga, nilai yang sama dengan daerah lain menunjukkan ketergantungan yang tinggi terhadap minyak tanah di wilayah ini.
Kabupaten Kepulauan Anambas
Kabupaten Kepulauan Anambas juga mencatatkan nilai 100 persen, menempatkannya di peringkat ketiga di Pulau Sumatera. Tidak ada perubahan dari tahun sebelumnya, dengan pertumbuhan nol persen menunjukkan tidak ada perubahan signifikan dalam penggunaan minyak tanah. Sama seperti daerah lain yang memiliki nilai serupa, ketergantungan pada minyak tanah di wilayah ini tetap tinggi.
Kabupaten Pulau Morotai
Kabupaten Pulau Morotai mencatatkan nilai 100 persen, menempatkannya di peringkat ketiga di Pulau Maluku. Tidak ada perubahan dari tahun sebelumnya, dengan pertumbuhan nol persen menunjukkan stabilitas penggunaan minyak tanah. Meskipun berada di peringkat ketiga, nilai yang sama dengan daerah lain menunjukkan ketergantungan yang tinggi terhadap minyak tanah di wilayah ini.