Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat PDRB ADHK Sektor Pertambangan Bijih Logam Provinsi Aceh pada tahun 2024 sebesar Rp 465,18 miliar. Terjadi penurunan sebesar 3,15% dibandingkan tahun 2023 yang mencapai Rp 480,33 miliar. Angka ini menunjukkan adanya kontraksi dalam sektor pertambangan bijih logam di Aceh pada tahun tersebut. PDRB Aceh menempati peringkat ke-4 di Pulau Sumatera dan peringkat ke-19 secara nasional.
Secara historis, PDRB pertambangan logam Aceh fluktuatif. Kenaikan tertinggi terjadi pada tahun 2012 dengan pertumbuhan 7,89%, sedangkan penurunan terdalam terjadi pada tahun 2016 dengan kontraksi 28,44%. Rata-rata PDRB Aceh dalam lima tahun terakhir (2020-2024) adalah Rp 537,51 miliar, menunjukkan bahwa kinerja tahun 2024 lebih rendah dibandingkan rata-rata lima tahun terakhir. Namun jika dibandingkan tiga tahun terakhir (2022-2024) sebesar Rp 507.51 miliar, kinerja 2024 juga lebih rendah.
(Baca: Nilai Ekspor Minyak dan Lemak Nabati Provinsi Sulawesi Tengah Maret 2025)
Peringkat Aceh di Pulau Sumatera stabil di posisi ke-4 dalam lima tahun terakhir. Namun, secara nasional, peringkat Aceh cenderung menurun, dari peringkat ke-15 pada tahun 2015 menjadi peringkat ke-19 pada tahun 2024. Penurunan ini mengindikasikan bahwa pertumbuhan sektor pertambangan bijih logam di provinsi lain lebih pesat dibandingkan Aceh. Terlihat adanya anomali penurunan PDRB dari 2014 ke 2017 sebesar 62.22%.
Dibandingkan dengan provinsi lain di Sumatera, PDRB pertambangan logam Aceh lebih rendah dari Riau (Rp 674,07 miliar), Sumatera Utara (Rp 521,06 miliar), dan Sumatera Selatan (Rp 485,61 miliar). Di Pulau Sumatera, Aceh berada diurutan keempat dari sisi nilai PDRB Pertambangan Logam. Di antara semua provinsi di Indonesia, PDRB pertambangan logam Aceh menempati urutan ke-19 secara nasional.
Penurunan PDRB pertambangan logam Aceh pada tahun 2024 perlu menjadi perhatian pemerintah daerah. Upaya diversifikasi ekonomi dan peningkatan nilai tambah sektor pertambangan dapat menjadi solusi untuk meningkatkan kinerja sektor ini di masa depan. Pemerintah Aceh perlu melakukan kajian mendalam untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan penurunan dan mencari strategi untuk mengembalikan pertumbuhan sektor pertambangan bijih logam.
Banten
PDRB ADHK Sektor Pertambangan Bijih Logam Provinsi Banten tercatat sebesar Rp 674,07 miliar, menempatkannya di posisi kedua di Pulau Jawa dan peringkat ke-16 secara nasional. Meskipun demikian, Banten mengalami kontraksi sebesar 17,99% dibandingkan tahun sebelumnya. Penurunan yang cukup signifikan ini perlu diwaspadai dan menjadi fokus perhatian pemerintah daerah untuk mencari solusi agar sektor pertambangan bijih logam dapat kembali tumbuh positif. Dari sisi nilai, PDRB Banten jauh lebih baik dibandingkan Aceh yang hanya mencapai Rp 465,18 miliar.
(Baca: Persentase Penduduk yang Memiliki Jaminan Kesehatan Asuransi Swasta di di Kalimantan Tengah | 2024)
Kalimantan Selatan
Dengan nilai PDRB mencapai Rp 521,06 miliar, Kalimantan Selatan menempati urutan ke-17 secara nasional. Namun, PDRB Kalimantan Selatan mengalami kontraksi tipis sebesar 1,45% dari tahun sebelumnya. Peringkat Kalimantan Selatan berada di urutan ke-4 di Pulau Kalimantan. Kontraksi yang dialami Kalimantan Selatan mengindikasikan adanya tantangan yang dihadapi sektor pertambangan bijih logam di provinsi ini, dan perlu adanya upaya perbaikan agar dapat kembali mencatatkan pertumbuhan positif di masa depan.
Jawa Timur
Provinsi Jawa Timur mencatatkan PDRB sebesar Rp 485,61 miliar dari sektor pertambangan bijih logam, menduduki peringkat ke-3 di Pulau Jawa dan peringkat ke-18 secara nasional. Terjadi penurunan sebesar 1,11% dibandingkan tahun sebelumnya. Meskipun penurunannya tidak terlalu signifikan, Jawa Timur tetap perlu waspada dan melakukan evaluasi terhadap sektor pertambangan bijih logam untuk memastikan keberlanjutan pertumbuhan ekonomi di sektor ini. Jawa Timur menunjukkan kinerja yang lebih baik dibandingkan Aceh dalam hal nilai PDRB.
Papua
PDRB Sektor Pertambangan Bijih Logam Provinsi Papua tercatat sebesar Rp 176,14 miliar, menempatkannya di posisi ke-3 di Pulau Papua dan peringkat ke-20 secara nasional. Papua mengalami pertumbuhan positif sebesar 5,41% dibandingkan tahun sebelumnya. Pertumbuhan ini menjadi sinyal positif bagi sektor pertambangan bijih logam di Papua, menunjukkan adanya potensi yang dapat dikembangkan lebih lanjut untuk meningkatkan kontribusi sektor ini terhadap perekonomian daerah. Walau berada diperingkat 20 secara nasional, pertumbuhan di Papua ini bisa menjadi momentum untuk bisa naik peringkat.
Lampung
Provinsi Lampung, dengan nilai PDRB sebesar Rp 120,98 miliar, menempati urutan ke-5 di Pulau Sumatera dan peringkat ke-21 secara nasional. Lampung mengalami pertumbuhan sedikit positif sebesar 0,22% dibandingkan tahun sebelumnya. Pertumbuhan yang tipis ini menunjukkan bahwa sektor pertambangan bijih logam di Lampung masih memiliki potensi untuk dikembangkan lebih lanjut. Pemerintah daerah perlu mendorong investasi dan inovasi di sektor ini agar dapat tumbuh lebih pesat di masa depan.
Kalimantan Timur
Kalimantan Timur mencatatkan PDRB sektor pertambangan bijih logam sebesar Rp 116,05 miliar. Posisinya berada di urutan ke-5 di Pulau Kalimantan dan peringkat ke-22 secara nasional. Provinsi ini mengalami kontraksi sebesar 0,28% dibandingkan tahun sebelumnya. Kondisi ini menunjukkan bahwa Kalimantan Timur perlu melakukan evaluasi mendalam terhadap sektor pertambangan bijih logam dan mencari strategi yang tepat untuk mengembalikan pertumbuhan positif. PDRB Kalimantan Timur lebih rendah dari Lampung di sektor ini.