Mulai tahun ini pemerintah Indonesia memberi ruang untuk praktik aborsi atau pengguguran kandungan.
Ketentuannya tercatat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 yang ditetapkan pada 26 Juli 2024.
Dalam Pasal 116 aturan tersebut menyatakan, "Setiap orang dilarang melakukan aborsi, kecuali atas indikasi kedaruratan medis atau terhadap korban tindak pidana perkosaan atau tindak pidana kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan."
Artinya, aborsi diizinkan secara terbatas bagi ibu hamil dengan kondisi darurat medis, seperti kehamilan yang mengancam nyawa/kesehatan ibu, atau kesehatan janin yang tak dapat diperbaiki sehingga tidak memungkinkan hidup di luar kandungan.
Aborsi juga dibolehkan dalam kasus kehamilan akibat perkosaan, yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter dan keterangan penyidik.
Namun, tak boleh sembarangan, aborsi hanya legal dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan tingkat lanjut, dengan bantuan tenaga medis yang kompetensinya sesuai.
7% Kehamilan Tidak Diinginkan
Adapun menurut laporan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2017, kehamilan atau kelahiran anak memang tak selalu diinginkan oleh ibunya.
Dari semua kehamilan pada saat survei dan kelahiran anak dalam 5 tahun terakhir sebelum survei, proporsi kehamilan/kelahiran yang diinginkan mencapai 84%.
Kemudian kehamilan/kelahiran yang dianggap tidak tepat waktu oleh ibunya ada 8%, dan yang tidak diinginkan 7%.
Namun, SDKI 2017 tidak mencatat detail hal apa saja yang membuat kehamilan/kelahiran itu tidak diinginkan.
Survei ini dilakukan pada 2017 di seluruh provinsi Indonesia, dengan melibatkan sampel perempuan berusia 15-49 tahun yang hamil atau pernah melahirkan saat survei digelar.
Survei dilaksanakan oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Badan Pusat Statistik (BPS), Kementerian Kesehatan, dan bantuan dari Inner City Fund International.
(Baca: Survei Ipsos: Indonesia Jadi Negara yang Paling Menolak Praktik Aborsi)