Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, Persentase Rumah Tangga yang Memiliki Akses terhadap Hunian yang Layak dan Terjangkau di Provinsi Bengkulu pada tahun 2024 adalah 56,52 persen. Angka ini menunjukkan peningkatan sebesar 1,78 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Meskipun demikian, jika dilihat dari data historis, terjadi fluktuasi yang cukup signifikan. Peningkatan tertinggi terjadi pada tahun 2020 ke 2021 sebesar 14,88 persen, sementara penurunan terdalam terjadi pada tahun 2019 ke 2020 yang turun 55,46 persen. Fluktuasi ini menggambarkan dinamika akses terhadap hunian layak dan terjangkau di Bengkulu yang dipengaruhi berbagai faktor.
Secara rata-rata, pertumbuhan Persentase Hunian Layak Terjangkau dalam lima tahun terakhir (2020-2024) adalah 0,87 persen per tahun, jauh lebih rendah dibandingkan rata-rata pertumbuhan dalam lima tahun sebelumnya (2015-2019) sebesar 1,04 persen. Hal ini mengindikasikan adanya perlambatan peningkatan akses hunian layak di Bengkulu dalam beberapa tahun terakhir. Dari segi peringkat, Bengkulu menempati peringkat ke-9 di Sumatera dan peringkat ke-31 secara nasional pada tahun 2024. Peringkat ini menunjukkan posisi yang perlu ditingkatkan, mengingat masih ada provinsi lain yang memiliki akses hunian layak lebih tinggi.
(Baca: Data Historis Rata - Rata Upah di Maluku Periode 2018-2023)
Jika dibandingkan dengan provinsi lain di Pulau Sumatera, Bengkulu berada di bawah Kepulauan Riau yang mencatatkan persentase lebih tinggi. Secara nasional, Bengkulu masih berada di bawah Papua Barat Daya, Papua Barat, Jawa Barat, Nusa Tenggara Timur, dan DKI Jakarta. Hal ini mengindikasikan bahwa Bengkulu perlu berupaya lebih keras untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap hunian yang layak dan terjangkau, terutama jika dibandingkan dengan provinsi-provinsi lain yang memiliki kondisi geografis dan demografis yang mirip.
Anomali terlihat pada tahun 2020, dimana terjadi penurunan drastis. Jika dibandingkan dengan rata-rata tiga tahun sebelumnya (2017-2019), angka 2020 jauh lebih rendah. Penurunan ini perlu diinvestigasi lebih lanjut untuk mengetahui penyebabnya, apakah terkait dengan perubahan kebijakan, kondisi ekonomi, atau faktor lainnya. Meskipun terjadi pemulihan setelah tahun 2020, peningkatan yang terjadi belum mampu mengembalikan persentase akses hunian layak ke level sebelum tahun 2020.
Meskipun peringkat di pulau Sumatera masih sama dengan tahun sebelumnya, yaitu peringkat ke-9, nilai tahun terakhir menunjukkan peningkatan yang sedikit. Kenaikan ini menunjukkan adanya upaya perbaikan, meskipun perlu diakselerasi untuk mencapai target yang lebih tinggi. Data ini memberikan gambaran komprehensif mengenai kondisi akses hunian layak dan terjangkau di Bengkulu, yang dapat menjadi dasar bagi pemerintah dan pihak terkait untuk merumuskan kebijakan dan program yang lebih efektif.
Papua Barat Daya
Papua Barat Daya menempati peringkat kedua di pulau Papua dengan nilai 56,92 persen. Provinsi ini menunjukkan pertumbuhan positif sebesar 2,28 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Meskipun berada di peringkat yang cukup baik di tingkat pulau, Papua Barat Daya masih perlu berupaya meningkatkan akses hunian layak dan terjangkau bagi masyarakatnya, mengingat masih ada kesenjangan yang signifikan dibandingkan dengan provinsi lain di Indonesia. Peningkatan ini mengindikasikan adanya perbaikan dalam penyediaan hunian yang layak, namun perlu dipertahankan dan ditingkatkan untuk mencapai target yang lebih tinggi.
(Baca: Data Historis Rata - Rata Upah di Kalimantan Tengah Periode 2018-2023)
Papua Barat
Papua Barat menduduki peringkat ke-3 di pulau Papua dengan nilai 54,21 persen. Pertumbuhan yang dicapai adalah 5,5 persen, menunjukkan adanya peningkatan yang signifikan dibandingkan tahun sebelumnya. Namun, dengan menduduki peringkat 29 secara nasional, Papua Barat masih menghadapi tantangan besar dalam menyediakan hunian yang layak dan terjangkau bagi seluruh masyarakatnya. Peningkatan ini perlu dipertahankan dan ditingkatkan agar Papua Barat dapat mencapai target yang lebih tinggi dalam penyediaan hunian layak.
Kep. Riau
Kepulauan Riau berada di peringkat ke-8 di Pulau Sumatera dengan nilai 54,17 persen. Provinsi ini mencatatkan pertumbuhan sebesar 3,84 persen. Dengan peringkat ke-30 di tingkat nasional, Kepulauan Riau perlu berfokus pada peningkatan akses hunian layak dan terjangkau bagi masyarakatnya, terutama bagi mereka yang berada di pulau-pulau terpencil. Kondisi geografis Kepulauan Riau menjadi tantangan tersendiri dalam penyediaan hunian yang layak, sehingga diperlukan strategi yang inovatif dan adaptif.
Jawa Barat
Jawa Barat menduduki peringkat ke-5 di Pulau Jawa dengan nilai 42,7 persen. Provinsi ini mencatatkan pertumbuhan yang cukup tinggi, yaitu 9,79 persen. Namun, dengan menduduki peringkat 32 secara nasional, Jawa Barat masih perlu berupaya keras untuk meningkatkan akses hunian layak dan terjangkau bagi masyarakatnya, terutama di wilayah perkotaan yang padat penduduk. Pertumbuhan penduduk yang pesat di Jawa Barat menjadi tantangan tersendiri dalam penyediaan hunian yang layak, sehingga diperlukan perencanaan yang matang dan terintegrasi.
Nusa Tenggara Timur
Nusa Tenggara Timur menempati peringkat ke-3 di Nusa Tenggara dan Bali dengan nilai 38,8 persen. Pertumbuhan yang dicapai adalah 0,52 persen. Dengan peringkat ke-33 secara nasional, Nusa Tenggara Timur menghadapi tantangan besar dalam menyediakan hunian yang layak dan terjangkau bagi seluruh masyarakatnya. Kondisi geografis dan ekonomi Nusa Tenggara Timur menjadi faktor yang mempengaruhi akses terhadap hunian yang layak, sehingga diperlukan intervensi yang komprehensif dan berkelanjutan.
DKI Jakarta
DKI Jakarta menempati peringkat ke-6 di Pulau Jawa dengan nilai 39 persen. Provinsi ini mencatatkan pertumbuhan yang positif, yaitu 9,79 persen. Meskipun merupakan ibu kota negara, DKI Jakarta masih menghadapi tantangan dalam menyediakan hunian yang layak dan terjangkau bagi seluruh masyarakatnya, terutama bagi mereka yang berpenghasilan rendah. Keterbatasan lahan dan harga properti yang tinggi menjadi kendala utama dalam penyediaan hunian yang layak di DKI Jakarta, sehingga diperlukan solusi yang inovatif dan berkelanjutan.