Kementerian Pertanian - Direktorat Jenderal Perkebunan mencatat produksi kakao di Nusa Tenggara Barat (NTB) pada tahun 2024 sebesar 2.62 Ton. Terlihat adanya pertumbuhan positif sebesar 1.95% dibandingkan tahun 2023. Walau meningkat, produksi ini masih fluktuatif jika dilihat dari data historis sejak tahun 2000. Fluktuatif di sini maksudnya adalah adanya pola naik dan turun yang tidak konsisten dari tahun ke tahun.
Jika dibandingkan dengan rata-rata produksi 3 tahun terakhir (2022-2024) yang berada di angka 2.56 Ton, produksi kakao NTB tahun 2024 menunjukkan sedikit kenaikan. Namun, jika dibandingkan dengan rata-rata 5 tahun terakhir (2020-2024) yang berada di angka 2.54 Ton, pertumbuhan ini relatif stabil. Peningkatan tertinggi dalam data historis terjadi pada tahun 2002 dengan pertumbuhan mencapai 98.98%, sementara penurunan terendah terjadi pada tahun 2009 dengan penurunan turun 99.9%.
(Baca: Jumlah Penduduk dan Persentase Kemiskinan di Kota Jakarta Selatan Periode 2004 - 2024)
Secara peringkat di pulau Nusa Tenggara dan Bali, NTB berada di posisi ke-3 untuk produksi kakao pada tahun 2024, sama seperti tahun-tahun sebelumnya. Sementara itu, secara nasional, NTB berada di peringkat ke-18, juga menunjukkan tidak ada perubahan signifikan dibandingkan tahun 2023. Hal ini menandakan bahwa meskipun produksi mengalami sedikit peningkatan, posisi NTB secara relatif masih belum beranjak dari tahun sebelumnya.
Anomali terlihat pada periode 2008-2009, dimana terjadi penurunan produksi yang sangat drastis. Penurunan ini jauh melampaui fluktuasi normal yang terjadi pada tahun-tahun lainnya. Setelah periode tersebut, produksi kakao NTB perlahan mulai pulih, namun belum mampu mencapai angka yang setinggi sebelum tahun 2008. Hal ini menunjukkan adanya faktor eksternal yang signifikan mempengaruhi produksi kakao pada saat itu.
Produksi kakao NTB menunjukkan dinamika yang menarik. Peningkatan di tahun 2024 memberikan harapan positif, tetapi fluktuasi historis dan posisi relatif yang stagnan menunjukkan perlunya upaya yang lebih berkelanjutan untuk meningkatkan produktivitas dan daya saing kakao NTB.
Bali
Provinsi Bali menunjukkan performa yang cukup baik dalam produksi kakao, menduduki peringkat ke-2 di pulau Nusa Tenggara dan Bali. Dengan nilai produksi 4.82 Ton, Bali menunjukkan pertumbuhan yang signifikan sebesar 9.55% dibandingkan dua tahun sebelumnya. Pertumbuhan yang impresif ini menempatkan Bali di posisi ke-15 secara nasional. Nilai produksinya juga menunjukkan kenaikan yang cukup signifikan dari tahun sebelumnya, menjadikannya salah satu kontributor utama dalam produksi kakao di wilayah tersebut.
(Baca: Pengeluaran Perkapita Sebulan untuk Kecantikan Kab. Kota Waringin Timur | 2024)
Sumatera Selatan
Sumatera Selatan menempati peringkat ke-5 di pulau Sumatera dalam produksi kakao. Dengan nilai produksi 3.86 Ton, provinsi ini menunjukkan penurunan yang cukup tajam turun 18.39% dibandingkan dua tahun sebelumnya. Penurunan ini menyebabkan Sumatera Selatan berada di peringkat ke-16 secara nasional. Meski demikian, nilai produksi Sumatera Selatan masih tergolong signifikan dan perlu upaya lebih lanjut untuk memulihkan dan meningkatkan produksinya.
Bengkulu
Provinsi Bengkulu berada di peringkat ke-6 di pulau Sumatera. Dengan nilai produksi 3.13 Ton, Bengkulu menunjukkan sedikit penurunan turun 1.57% dibandingkan dua tahun sebelumnya. Penurunan ini menyebabkan Bengkulu berada di peringkat ke-17 secara nasional. Walaupun mengalami penurunan, Bengkulu tetap menjadi salah satu daerah penghasil kakao di Sumatera dan perlu strategi yang tepat untuk meningkatkan produktivitasnya.
Banten
Provinsi Banten menempati peringkat ke-2 di pulau Jawa dalam produksi kakao. Dengan nilai produksi 2.12 Ton, Banten menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik sebesar 0.95% dibandingkan dua tahun sebelumnya. Pertumbuhan ini menempatkan Banten di peringkat ke-19 secara nasional. Nilai produksi Banten menunjukkan potensi yang baik untuk terus dikembangkan dan ditingkatkan di masa mendatang.
Gorontalo
Provinsi Gorontalo berada di peringkat ke-6 di pulau Sulawesi dalam produksi kakao. Dengan nilai produksi 1.93 Ton, Gorontalo menunjukkan penurunan turun 4.93% dibandingkan dua tahun sebelumnya. Penurunan ini menyebabkan Gorontalo berada di peringkat ke-20 secara nasional. Meskipun mengalami penurunan, Gorontalo tetap memiliki potensi untuk meningkatkan produksi kakao dengan dukungan dan inovasi yang tepat.
DI Yogyakarta
DI Yogyakarta menempati peringkat ke-3 di pulau Jawa dalam produksi kakao. Dengan nilai produksi 1.85 Ton, DI Yogyakarta menunjukkan penurunan turun 2.12% dibandingkan dua tahun sebelumnya. Penurunan ini menyebabkan DI Yogyakarta berada di peringkat ke-21 secara nasional. Walaupun mengalami penurunan, DI Yogyakarta tetap menjadi salah satu daerah penghasil kakao yang signifikan di Jawa dan memerlukan perhatian khusus untuk memulihkan dan meningkatkan produksinya.