Data Statistik Perbankan Indonesia Otoritas Jasa Keuangan mencatat bahwa kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) sektor pertambangan pada Agustus 2017 telah berada di atas 8 persen menjadi Rp 9,33 triliun. Angka ini naik dibandingkan posisi akhir 2016 hanya 7,16 persen, dan jauh di atas NPL perbankan nasional sebesar 2,98 persen.
Jatuhnya harga minyak mentah dunia sejak pertengahan 2014 hingga awal 2016 yang diikuti oleh harga komoditas tambang lainnya telah memukul sektor pertambangan domestik. Nilai kredit seret sektor tambang pun pada 2014 melonjak sebesar 86 persen menjadi Rp 3,57 triliun. Demikian pula pada 2015 kembali naik 56,21 persen menjadi Rp 5,58 triliun dan pada 2016 kembali naik 62 persen menjadi Rp 9 triliun.
Sementara persentase NPL sektor tambang pada 2016 melonjak menjadi 7,16 persen dibanding tahun sebelumnya hanya 2,52 persen. Banyaknya perusahaan tambang yang mengalami kesulitan keuangan hingga tutup usaha membuat kredit bermasalah naik cukup signfikan pada 2016. Sementara investasi di sektor tambang justru mengalami penurunan karena pelaku usaha di sektor ini masih menahan diri untuk kembali mengucurkan dananya. Ini tercermin dari kredit sektor tambang yang telah mengalami penurunan sebesar 7,9 persen menjadi Rp 116,34 triliun pada Agustus 2017 dari posisi akhir 2016, yakni senilai Rp 226,33 triliun.