Belakangan ini beredar petisi online berjudul Kembalikan WFH sebab Jalanan Lebih Macet, Polusi, dan Bikin Tidak Produktif.
Petisi tersebut diunggah Riwaty Sidabutar di situs Change.org, dan sampai Kamis siang (5/1/2023) sudah ditandatangani sekitar 18 ribu orang.
Dalam petisinya, Riwaty meminta pemerintah memberlakukan kebijakan kerja fleksibel yang membolehkan karyawan bekerja di rumah atau work from home (WFH).
Masalahnya, ia merasa sistem bekerja di kantor atau work from office (WFO) kurang efektif.
"Dua tahun bisa kerja dari rumah, ketika harus ke kantor lagi rasanya malah bikin tambah stres. Saya, misalnya, harus menempuh 20 kilometer buat ke kantor. Belum lagi kalau hujan. Bisa-bisa saya terjebak kemacetan lama sekali," kata Riwaty dalam petisinya.
"WFO juga belum tentu membuat kita lebih produktif. Karena lamanya perjalanan, saya malah jadi lebih lelah, dan hasil pekerjaan tidak sebagus ketika saya bekerja dari rumah," katanya lagi.
Banyak Karyawan Merasa Lebih Produktif jika Boleh WFH
Apa yang dirasakan Riwaty Sidabutar tampaknya dirasakan juga oleh banyak orang di dunia. Hal ini terlihat dalam laporan survei Ipsos Return to The Workplace 2021 Global Survey.
Menurut survei tersebut, mayoritas responden global (66%) setuju karyawan harus bisa memilih jadwal WFO atau WFH secara fleksibel, meskipun pandemi sudah berakhir.
Mayoritas responden global (64%) juga merasa dirinya bekerja lebih produktif jika bisa WFO atau WFH dengan bebas.
"Responden yang menginginkan sistem kerja fleksibel umumnya berasal dari tingkat pendidikan dan pendapatan lebih tinggi, perempuan, usia dewasa awal, dan orang tua dengan anak berusia di bawah 18 tahun," kata Ipsos dalam laporannya.
Kendati mayoritas mendukung sistem WFH, ada cukup banyak responden yang merindukan kehadiran rekan kantornya (52%).
Sebagian kecil responden lain menilai suasana rumahnya kurang mendukung untuk kerja produktif (38%), ada juga yang merasa lebih kelelahan saat WFH (33%).
Survei Ipsos melibatkan sekitar 12.500 karyawan yang tersebar di 29 negara. Survei digelar secara online selama periode Mei-Juni 2021.
Hasil survei ini tidak semuanya berjumlah 100% (bisa lebih atau kurang 1%) karena pembulatan persentase jawaban, atau ada responden yang memilih lebih dari satu jawaban.
(Baca: Karyawan Libur 3 Hari Sepekan, Produktivitas Bisa Naik)