Menurut laporan International Labour Organization (ILO), kerja paksa di seluruh dunia diperkirakan menghasilkan keuntungan ilegal sebesar US$236 miliar pada 2024, dengan para pelaku eksploitasi rata-rata menghasilkan US$10 ribu per korban.
“Keuntungan tersebut seharusnya menjadi upah sebagai hak pekerja, namun tetap berada di tangan pelaku eksploitasi sebagai akibat dari praktik pemaksaan,” tulis ILO dalam laporannya yang bertajuk Profits and Poverty: The Economics of Forced Labour.
ILO mendefinisikan kerja paksa sebagai pekerjaan yang bersifat tidak sukarela dan berada di bawah hukuman atau ancaman paksaan.
Berdasarkan sektornya, eksploitasi seksual menjadi penyumbang terbesar dari keuntungan kerja paksa, yakni mencapai US$172,6 miliar pada 2024.
Berikutnya berasal dari sektor industri sebesar US$35,4 miliar. Sektor ini meliputi pertambangan dan penggalian, manufaktur, konstruksi, dan utilitas.
Kemudian diikuti keuntungan ilegal dari pekerja paksa di sektor industri sebanyak US$20,9 miliar, sektor jasa US$5 miliar, dan sektor pekerjaan rumah tangga US$2,6 miliar.
ILO juga merekam, keuntungan ilegal dari kerja paksa tahun ini meningkat sekitar US$64 miliar dari 2014. Ini disebabkan oleh peningkatan jumlah pekerja paksa secara global.
Tercatat ada 18,7 juta pekerja paksa pada di seluruh dunia pada 2014. Jumlahnya meningkat 27% menjadi 23,7 orang pada 2024.
(Baca: Korut hingga Arab, Ini Negara dengan Prevalensi Perbudakan Modern Tertinggi Dunia 2023)