"Politik dinasti" dapat diartikan sebagai kekuasaan politik yang dijalankan sekelompok orang yang memililki hubungan kerabat atau keluarga.
Menurut Anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Ratna Dewi Pettalolo, politik dinasti memiliki berbagai wujud, misalnya penggunaan lembaga negara untuk mendukung kepentingan kerabat penguasa.
"(Politik dinasti) bisa seperti mobilisasi birokrasi oleh kerabat yang berkuasa, untuk mendukung kerabatnya yang lain pada pemilihan kepala daerah," kata Dewi, dilansir situs resmi Bawaslu (27/8/2020).
Adapun menurut riset Continuum, tokoh yang paling sering dikaitkan dengan politik dinasti saat ini adalah Presiden Jokowi beserta kedua anaknya, Kaesang Pangarep dan Gibran Rakabuming Raka.
Continuum mengetahui hal ini dari penelusuran perbincangan di media sosial selama periode 24-30 Januari 2023. Hasilnya, mereka menemukan ada 1.381 perbincangan terkait isu politik dinasti, dan mayoritasnya mengaitkan hal tersebut dengan keluarga Presiden.
"Jokowi, Gibran, Kaesang jadi yang paling sering dikaitkan, karena isu Kaesang ikut jejak Jokowi dan Gibran untuk terjun ke politik," kata tim Continuum dalam laporan Dinamika Politik Menuju 2024 yang dirilis Minggu (5/2/2023).
Menurut Didik J. Rachbini, pendiri Continuum Big Data, politik dinasti juga ada di negara maju, tapi terkontrol dengan sistem politik check and balance yang efektif. Sementara di Indonesia, ia menilai politik dinasti telah bercampur dengan oligarki.
"Politik dinasti saat ini telah terjadi di perdesaan bercampur dengan oligarki lokal, sehingga rakyat kesulitan untuk mendapatkan praktik demokrasi yang sehat," kata Didik J. Rachbini, dikutip dari resume yang diterima redaksi Katadata, Minggu (5/2/2023).
"Kekuasaan akan diwariskan turun temurun oleh keluarganya sendiri, dan bercampur dengan kepentingan bisnis, maka akses terhadap sumber daya dan lain-lain menjadi patut diawasi," lanjutnya.
(Baca: Mayoritas Negara ASEAN Cacat Demokrasi, Sisanya Otoriter)