Dalam beberapa waktu belakangan Kejaksaan Agung tengah menyelidiki kasus dugaan korupsi tata niaga timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) milik PT Timah Tbk (TINS).
Sampai hari ini (3/4/2024), Kejaksaan Agung belum memaparkan detail perkaranya kepada publik. Namun, menurut Guru Besar Fakultas Kehutanan IPB Bambang Hero Saharjo, kasus tersebut menimbulkan kerugian akibat kerusakan lingkungan senilai Rp271 triliun.
Adapun kinerja produksi PT Timah Tbk tercatat kian melemah dalam lima tahun terakhir.
Berdasarkan keterangan resmi perusahaan, pada 2019 mereka pernah mampu memproduksi 82.460 ton bijih timah dan 76.839 metrik ton logam timah.
Tapi, pada tahun-tahun setelahnya volume produksi mereka makin menyusut, hingga mencapai rekor terendah baru pada 2023.
Sepanjang 2023 mereka hanya tercatat memproduksi 14.855 ton bijih timah dan 15.340 metrik ton logam timah, sekitar 5 kali lebih sedikit dibanding 2019.
Emiten berkode TINS ini belum menjelaskan secara terperinci faktor-faktor apa saja yang membuat kapasitas produksi mereka terus berkurang.
Namun, mereka menyatakan penurunan kinerja TINS pada 2023 turut dipengaruhi kondisi global dan praktik pertambangan ilegal.
"Kondisi ekonomi global dan domestik yang belum membaik, serta lemahnya permintaan logam timah global di tengah aktivitas penambangan tanpa izin berdampak pada kinerja perseroan di tahun 2023," kata Fina Eliani, Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko PT Timah Tbk dalam siaran pers, Kamis (28/3/2024).
Ia pun menyatakan TINS akan meningkatkan kinerja produksi pada 2024 melalui penambahan alat tambang, pembukaan lokasi baru, dan program efisiensi berkelanjutan.
"Manajemen optimis kinerja perseroan di tahun ini akan lebih baik sesuai dengan target," kata Fina.
(Baca: Terdampak Tambang Ilegal, PT Timah Rugi Rp449 Miliar pada 2023)