Bank Indonesia (BI) menahan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) di level 6%. Keputusan ini diambil setelah menggelar rapat dewan gubernur (RDG) pada 15-16 Oktober 2024.
Sejurus itu, suku bunga deposit facility tetap sebesar 5,25% dan suku bunga lending facility sebesar 6,75%.
BI menyebut, keputusan ini konsisten dengan arah kebijakan moneter untuk memastikan tetap terkendalinya inflasi dalam sasaran 2,5±1% pada 2024 dan 2025, serta mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
BI menambahkan, fokus kebijakan moneter jangka pendek pada stabilitas nilai tukar rupiah karena meningkatnya ketidakpastian pasar keuangan global.
"Ke depan, Bank Indonesia terus mencermati ruang penurunan suku bunga kebijakan dengan tetap memperhatikan prospek inflasi, nilai tukar rupiah, dan pertumbuhan ekonomi," tulis BI dalam rilisnya, Rabu (16/10/2024).
BI merincikan, inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) pada September 2024 menurun dan terjaga dalam kisaran sasaran 2,5±1%. Inflasi IHK tercatat rendah di seluruh komponen sehingga mencapai 1,84% (yoy) pada September 2024. Inflasi inti tercatat sebesar 2,09% (yoy), sementara inflasi volatile food (VF) terus menurun menjadi 1,43% (yoy).
Sementara itu, nilai tukar Rupiah hingga 15 Oktober 2024 melemah sebesar 2,82% (ptp) dari bulan sebelumnya. Pelemahan nilai tukar tersebut terutama dipengaruhi oleh peningkatan ketidakpastian global akibat eskalasi ketegangan geopolitik di Timur Tengah.
BI juga menjelaskan, ekonomi Indonesia tetap tumbuh baik dan perlu terus didorong agar lebih tinggi. Pertumbuhan ekonomi triwulan III 2024 didukung oleh permintaan domestik.
BI melihat ketidakpastian pasar keuangan global kembali meningkat, di tengah konvergensi kebijakan moneter negara maju.
"Ketegangan geopolitik di Timur Tengah telah mendorong meningkatnya ketidakpastian pasar keuangan global," tulis BI.
Di bidang ekonomi, kata BI, pertumbuhan dunia pada 2024 diprakirakan tumbuh sebesar 3,2% dengan kecenderungan yang melambat. Inflasi global dalam tren penurunan sehingga mendorong konvergensi pelonggaran kebijakan moneter, khususnya di negara maju.
Di Amerika Serikat (AS), rilis tingkat pengangguran terkini menunjukkan perbaikan di tengah prospek inflasi yang lebih rendah sehingga mendorong ekspektasi pelaku pasar terhadap penurunan Fed Funds Rate (FFR) yang lebih rendah dari prakiraan semula. Hal tersebut menyebabkan kenaikan yield US Treasury tenor 2 dan 10 tahun dan indeks dolar AS (DXY).
"Ke depan, tren penurunan suku bunga kebijakan negara maju, khususnya AS diprakirakan tetap berlanjut, meskipun dinamika ketegangan geopolitik perlu terus dicermati," kata BI.
(Baca juga: BI Pangkas Suku Bunga Acuan Menjadi 6% pada September 2024)