Menurut data Copernicus Climate Change Service (C3S), rata-rata suhu global pada Januari 2025 naik 1,75 derajat Celsius (°C) dibanding rata-rata suhu era pra-industri (1850-1900).
Ini merupakan kenaikan suhu tertinggi ke-3 sejak awal pencatatan C3S. Kenaikan suhu lebih tinggi sebelumnya hanya pernah terjadi pada Desember 2023 ketika rata-rata suhu global naik 1,78 °C, dan Februari 2024 yang kenaikannya 1,77 °C.
C3S juga menyatakan Januari 2025 menjadi bulan Januari paling hangat yang pernah tercatat secara global.
(Baca: Makin Tinggi Suhu Bumi, Makin Banyak Spesies Berisiko Punah)
Sebelumnya, selama periode 1990-2014 anomali atau kenaikan rata-rata suhu global per bulan umumnya tak sampai 1 °C lebih tinggi dari era pra-industri.
Namun, sejak 2015 kenaikannya kerap melampaui 1 °C, dan sejak pertengahan 2023 intensitasnya kian menguat hingga rata-rata suhu global per bulan konsisten naik 1,5 °C atau lebih.
"Januari 2025 merupakan bulan ke-18 dalam 19 bulan terakhir di mana rata-rata suhu permukaan udara global naik lebih dari 1,5 °C dibanding masa pra-industri," kata C3S dalam siaran pers, Kamis (6/2/2025).
Menurut laporan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), suhu global yang naik 1,5 °C bisa menimbulkan ancaman kekeringan bagi 951 juta orang.
Jika kenaikan suhu makin tinggi, ancamannya makin meluas hingga yang terdampak kekeringan bisa mencapai 1,28 miliar orang.
Selain bencana kekeringan, IPCC menilai kenaikan suhu global di atas 1,5 °C bisa memicu degradasi lingkungan, menurunkan produksi pertanian, hingga memicu masalah sosial-ekonomi.
(Baca: Bumi Makin Panas, Biaya Ketahanan Pangan Makin Mahal)