Industri perbankan syariah di Indonesia terus mencetak pertumbuhan positif dalam sedekade terakhir.
Pertumbuhan terjadi dalam hal nilai aset dan pangsa pasarnya secara nasional.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pada 2014 nilai aset perbankan syariah di Indonesia baru Rp278,9 triliun, setara 4,85% dari total aset perbankan nasional.
Kemudian pada tahun-tahun berikutnya nilai aset dan pangsa pasar mereka terus meningkat, seperti tergambar pada grafik.
Sampai akhir 2023 nilai aset perbankan syariah sudah mencapai Rp892,17 triliun, setara 7,44% dari total aset perbankan nasional.
"Meskipun secara skala aset perbankan konvensional memiliki nilai yang jauh lebih besar, namun aset pembiayaan dan dana pihak ketiga perbankan syariah dapat tumbuh lebih tinggi dibandingkan perbankan konvensional," kata OJK dalam Laporan Perkembangan Keuangan Syariah Indonesia 2023.
Mengutip laporan tersebut, pada 2023 nilai aset perbankan syariah tumbuh 11,21% dibanding 2022 (year-on-year/yoy), sedangkan aset perbankan konvensional tumbuh 5,50% (yoy).
OJK juga mencatat, nilai pembiayaan perbankan syariah pada 2023 tumbuh 15,72% (yoy) menjadi Rp585,46 triliun.
Kemudian dana pihak ketiga (DPK) yang dikelola perbankan syariah pada 2023 tumbuh 10,49% (yoy) menjadi Rp684,52 triliun.
"Kinerja perbankan syariah menunjukkan kondisi yang baik, ditunjukkan dengan permodalan yang memadai, adanya ruang untuk pemenuhan likuiditas jangka pendek, profitabilitas yang stabil dan operasional yang efisien," kata OJK.
Sebagai catatan, nilai aset perbankan syariah merupakan gabungan dari aset bank umum syariah (BUS), unit usaha syariah (UUS), dan bank pembiayaan rakyat syariah (BPRS).
Pada 2023 nilai aset perbankan syariah paling banyak berasal dari BUS dengan proporsi 66,7%, kemudian UUS menyumbang 30,7%, dan BPRS 2,6%.
(Baca: 5 Bank dan Unit Syariah dengan Aset Jumbo di Indonesia 2023)