Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan ada banyak pemerintah provinsi (pemprov) yang belum melaksanakan pemberdayaan masyarakat miskin dengan optimal.
Temuan BPK ini tercatat dalam laporan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I Tahun 2022 yang dirilis 4 Oktober 2022.
BPK melakukan pemeriksaan kinerja pemprov di 34 provinsi Indonesia dalam menanggulangi kemiskinan per tahun anggaran 2021.
Hasilnya, BPK menemukan ada 30 pemprov yang kegiatan pemberdayaannya belum memberikan akses modal usaha untuk warga miskin.
Kemudian 19 pemprov belum melibatkan kelompok masyarakat, UMKM, koperasi, industri dan/atau kemitraan lainnya dalam skema yang saling menguntungkan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat secara berkelanjutan.
Sebanyak 24 pemprov dinilai belum mengidentifikasi dan belum memanfaatkan modal wilayah dalam skema pemberdayaan masyarakat miskin.
Terakhir, 31 pemprov dinilai belum secara aktif memfasilitasi atau membuka akses pasar guna meningkatkan captive market produk-produk hasil pemberdayaan masyarakat miskin.
"Hal tersebut mengakibatkan masyarakat penerima bantuan tidak dapat memanfaatkan bantuan yang diterima secara produktif, dan pemprov berpotensi tidak dapat meningkatkan pendapatan masyarakatnya," tulis BPK dalam laporannya.
Atas temuan tersebut, BPK memberi rekomendasi kepada gubernur agar menggerakkan para Kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di wilayah masing-masing, khususnya untuk mengusulkan program/kegiatan penanggulangan kemiskinan yang disertai dengan:
- Fasilitas dan/atau menyediakan akses permodalan usaha dengan skema yang tidak memberatkan masyarakat miskin.
- Skema kemitraan yang dapat meningkatkan pendapatan secara berkelanjutan.
- Penyusunan peta potensi wilayah yang dimiliki dan digunakan untuk pemberdayaan masyarakat miskin.
- Fasilitas dan/atau penyediaan akses pasar bagi masyarakat miskin penerima manfaat untuk meningkatkan captive market produk-produk buatan penerima manfaat.
(Baca: Banyak Pemprov Belum Punya Rencana Penanggulangan Kemiskinan)