Kekerasan seksual kerap terjadi di lingkungan pendidikan. Ini tercermin dari adanya laporan ke Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) yang menunjukkan terdapat 50 aduan kekerasan seksual di lembaga pendidikan.
Guru/ustadz menjadi pelaku kekerasan yang paling banyak dilaporkan, yaitu sebanyak 22 kasus. Komnas perempuan dalam laporannya menyebutkan, terdapat salah seorang korban yang melaporkan pelecehan seksual yang dialaminya dengan pelaku seorang guru
Guru tersebut memanfaatkan kerentanan korban yang belum membayar SPP selama 2 bulan. Saat mengadu, pihak kesiswaan dan guru Bimbingan Konseling (BK) meminta korban untuk menenangkan diri dan tidak melaporkan ke orang tua atau wali murid. Mereka khawatir aduannya akan merusak nama sekolah karena pelaku adalah orang kepercayaan kepala sekolah.
Setelah guru atau ustadz, dosen menjadi pelaku selanjutnya yang paling banyak dilaporkan. Sebanyak 10 kasus yang tercatat dalam laporan komnas perempuan.
Kasus yang diadukan tentunya merupakan puncak gunung es. Ini dikarenakan kasus-kasus kekerasan di lingkungan pendidikan tidak diadukan/dilaporkan. Namun, jumlah laporan tersebut menunjukkan bahwa sistem penyelenggaraan pendidikan nasional harus serius mencegah dan menangani kekerasan terhadap perempuan sebagai bagian dari penghapusan diskriminasi terhadap perempuan.
Sebagai informasi, saat ini pemerintah telah berupaya memberikan perlindungan kekerasan seksual melalui Permendikbud Nomor 31 tahun 2021. Kendati demikian, aturan ini masih menimbulkan kontroversi karena dinilai akan melegalkan seks bebas.