Berdasarkan sistem pemantauan kebakaran hutan dan lahan SiPongi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), pemantauan 24 jam terakhir menunjukkan ada 551 titik panas (hotspot) terdeteksi di Indonesia. Jumlah titik panas ini berkurang 27 titik dibandingkan dengan periode sebelumnya.
Data tersebut merupakan hasil pencitraan satelit Terra/Aqua, SNPP, dan NOAA yang diakses pada Senin (11/11/2024) pukul 11.23 WIB. Dari 551 titik panas terdeteksi, 25 titik dengan tingkat kepercayaan hotspot tinggi, 490 titik skala sedang, dan 36 titik skala rendah.
Tingkat kepercayaan hotspot terbagi menjadi 3 skala. Skala rendah memiliki rentang 0 - 29, skala sedang 30 - 79, dan skala tinggi 80 - 100. Semakin tinggi tingkat kepercayaan hotspot, semakin tinggi juga kemungkinan wilayah tertentu terjadi kebakaran hutan dan lahan.
(Baca: Banjir Dominasi Bencana Alam di Indonesia Akhir Februari 2024)
Titik panas terdeteksi paling banyak berada di Nusa Tenggara Timur sebanyak 226 titik. Sulawesi Tengah menempati posisi kedua jumlah titik panas terbanyak dengan 63 titik. Sulawesi Tenggara berada di posisi ketiga sebanyak 54 titik panas.
Sebanyak 37 titik panas terdeteksi di Kalimantan Timur, Nusa Tenggara Barat menyusul dengan 34 titik panas, serta Maluku Utara dan Kalimantan Selatan masing-masing memiliki 30 dan 18 titik panas terdeteksi.
Titik panas merupakan titik koordinat suatu daerah yang memiliki temperatur permukaan lebih tinggi dibandingkan sekitarnya, dan bukan jumlah kejadian kebakaran hutan dan lahan.
Namun, banyaknya jumlah titik panas dan bergerombol pada suatu wilayah mengindikasikan adanya kejadian kebakaran hutan dan lahan. Artinya, data titik panas hasil deteksi satelit penginderaan jauh masih paling efektif dalam memantau kebakaran hutan dan lahan untuk wilayah yang luas.
(Baca: Ada Ratusan Bencana Alam sampai Awal April 2024, Banjir Terbanyak)