Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat, ada 144 kejadian penembakan gas air mata yang dilakukan oleh aparat kepolisian sepanjang 2015 hingga 2022.
Peneliti ICW, Wana Alamsyah mengatakan, data diambil mulai 2015 karena di tahun tersebut terdapat peningkatan anggaran amunisi gas air mata yang cukup signifikan dalam periode pertama Presiden Joko Widodo.
Sementara penembakan gas air mata paling banyak terjadi pada 2019, yang mencapai 29 peristiwa. Pada tahun ini, banyak peristiwa unjuk rasa di berbagai daerah.
"Tahun 2019 itu banyak sekali kebijakan-kebijakan yang dicoba kebut oleh pemerintah, salah satunya revisi Undang-Undang KPK," kata Wana dalam konferensi pers daring di akun YouTube ICW, Minggu (9/7/2023).
Wana juga menjelaskan, kepolisan cenderung reaktif saat menangani aksi massa dan menggunakan gas air mata untuk membubarkan massa. Pola tersebut terus meningkat sejak 2019 hingga 2022.
Kasus penembakan gas air mata tertinggi kedua terjadi pada 2020 yang terjadi sebanyak 24 kasus. Lalu diikuti pada 2022 yang tercatat ada 23 kasus penembakan gas air mata yang dilakukan kepolisian.
Jika dilihat dari wilayahnya, peristiwa penembakan gas air mata paling banyak terjadi di DKI Jakarta, yaitu sebanyak 28 kasus sepanjang 2015-2022.
Kemudian disusul oleh wilayah Sulawesi Selatan sebanyak 14 kasus dan Jawa Barat sebanyak 13 kasus.
Adapun peristiwa penembakan gas air mata sepanjang 2015-2020 ini paling banyak terjadi pada demostrasi penolakan Omnibus Law, yaitu sebanyak 23 peristiwa.
(Baca juga: Ini Jumlah Korban Jiwa Akibat Kasus Kekerasan hingga Konflik Bersenjata di Papua Sepanjang 2022)