Berdasarkan sistem pemantauan kebakaran hutan dan lahan SiPongi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), pemantauan 24 jam terakhir menunjukkan ada 314 titik panas (hotspot) terdeteksi di Indonesia. Jumlah titik panas ini bertambah 186 titik dibandingkan dengan periode sebelumnya.
Data tersebut merupakan hasil pencitraan satelit Terra/Aqua, SNPP, dan NOAA yang diakses pada Rabu (20/11/2024) pukul 11.23 WIB. Dari 314 titik panas terdeteksi, 14 titik dengan tingkat kepercayaan hotspot tinggi, 290 titik skala sedang, dan 10 titik skala rendah.
Tingkat kepercayaan hotspot terbagi menjadi 3 skala. Skala rendah memiliki rentang 0 - 29, skala sedang 30 - 79, dan skala tinggi 80 - 100. Semakin tinggi tingkat kepercayaan hotspot, semakin tinggi juga kemungkinan wilayah tertentu terjadi kebakaran hutan dan lahan.
(Baca: Banjir dan Gempa, Risiko Bencana di Kawasan Inti IKN)
Titik panas terdeteksi paling banyak berada di Sulawesi Tenggara sebanyak 56 titik. Sulawesi Tengah menempati posisi kedua jumlah titik panas terbanyak dengan 38 titik. Sulawesi Selatan berada di posisi ketiga sebanyak 35 titik panas.
Sebanyak 25 titik panas terdeteksi di Kalimantan Timur, Nusa Tenggara Timur menyusul dengan 25 titik panas, serta Nusa Tenggara Barat dan Maluku masing-masing memiliki 23 dan 21 titik panas terdeteksi.
Titik panas merupakan titik koordinat suatu daerah yang memiliki temperatur permukaan lebih tinggi dibandingkan sekitarnya, dan bukan jumlah kejadian kebakaran hutan dan lahan.
Namun, banyaknya jumlah titik panas dan bergerombol pada suatu wilayah mengindikasikan adanya kejadian kebakaran hutan dan lahan. Artinya, data titik panas hasil deteksi satelit penginderaan jauh masih paling efektif dalam memantau kebakaran hutan dan lahan untuk wilayah yang luas.
(Baca: Ada 31 Bencana di Indonesia pada Akhir Mei 2024, Banjir Mendominasi)