Berdasarkan sistem pemantauan kebakaran hutan dan lahan SiPongi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), pemantauan 24 jam terakhir menunjukkan ada 289 titik panas (hotspot) terdeteksi di Indonesia. Jumlah titik panas ini bertambah 80 titik dibandingkan dengan periode sebelumnya.
Data tersebut merupakan hasil pencitraan satelit Terra/Aqua, SNPP, dan NOAA yang diakses pada Jumat (22/11/2024) pukul 11.23 WIB. Dari 289 titik panas terdeteksi, 3 titik dengan tingkat kepercayaan hotspot tinggi, 268 titik skala sedang, dan 18 titik skala rendah.
Tingkat kepercayaan hotspot terbagi menjadi 3 skala. Skala rendah memiliki rentang 0 - 29, skala sedang 30 - 79, dan skala tinggi 80 - 100. Semakin tinggi tingkat kepercayaan hotspot, semakin tinggi juga kemungkinan wilayah tertentu terjadi kebakaran hutan dan lahan.
(Baca: Gempa Bumi hingga Kekeringan, Ini Bencana Alam yang Sering Terjadi di Indonesia hingga Pertengahan 2023)
Titik panas terdeteksi paling banyak berada di Sulawesi Tengah sebanyak 70 titik. Kalimantan Timur menempati posisi kedua jumlah titik panas terbanyak dengan 63 titik. Nusa Tenggara Timur berada di posisi ketiga sebanyak 51 titik panas.
Sebanyak 22 titik panas terdeteksi di Maluku Utara, Nusa Tenggara Barat menyusul dengan 17 titik panas, serta Kalimantan Selatan dan Jawa Barat masing-masing memiliki 15 dan 8 titik panas terdeteksi.
Titik panas merupakan titik koordinat suatu daerah yang memiliki temperatur permukaan lebih tinggi dibandingkan sekitarnya, dan bukan jumlah kejadian kebakaran hutan dan lahan.
Namun, banyaknya jumlah titik panas dan bergerombol pada suatu wilayah mengindikasikan adanya kejadian kebakaran hutan dan lahan. Artinya, data titik panas hasil deteksi satelit penginderaan jauh masih paling efektif dalam memantau kebakaran hutan dan lahan untuk wilayah yang luas.
(Baca: 10 Negara dengan Gempa Bumi Terbanyak 2023, Indonesia Pertama)