Berdasarkan sistem pemantauan kebakaran hutan dan lahan SiPongi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), pemantauan 24 jam terakhir menunjukkan ada 377 titik panas (hotspot) terdeteksi di Indonesia. Jumlah titik panas ini bertambah 83 titik dibandingkan dengan periode sebelumnya.
Data tersebut merupakan hasil pencitraan satelit Terra/Aqua, SNPP, dan NOAA yang diakses pada Kamis (7/11/2024) pukul 11.23 WIB. Dari 377 titik panas terdeteksi, 6 titik dengan tingkat kepercayaan hotspot tinggi, 324 titik skala sedang, dan 47 titik skala rendah.
Tingkat kepercayaan hotspot terbagi menjadi 3 skala. Skala rendah memiliki rentang 0 - 29, skala sedang 30 - 79, dan skala tinggi 80 - 100. Semakin tinggi tingkat kepercayaan hotspot, semakin tinggi juga kemungkinan wilayah tertentu terjadi kebakaran hutan dan lahan.
(Baca: Banjir dan Gempa, Risiko Bencana di Kawasan Inti IKN)
Titik panas terdeteksi paling banyak berada di Nusa Tenggara Timur sebanyak 108 titik. Nusa Tenggara Barat menempati posisi kedua jumlah titik panas terbanyak dengan 61 titik. Sulawesi Tengah berada di posisi ketiga sebanyak 45 titik panas.
Sebanyak 27 titik panas terdeteksi di Sulawesi Selatan, Jawa Timur menyusul dengan 26 titik panas, serta Sulawesi Tenggara dan Kalimantan Timur masing-masing memiliki 22 dan 21 titik panas terdeteksi.
Titik panas merupakan titik koordinat suatu daerah yang memiliki temperatur permukaan lebih tinggi dibandingkan sekitarnya, dan bukan jumlah kejadian kebakaran hutan dan lahan.
Namun, banyaknya jumlah titik panas dan bergerombol pada suatu wilayah mengindikasikan adanya kejadian kebakaran hutan dan lahan. Artinya, data titik panas hasil deteksi satelit penginderaan jauh masih paling efektif dalam memantau kebakaran hutan dan lahan untuk wilayah yang luas.
(Baca: Mayoritas Desa di Kawasan IKN Berisiko Banjir)