Menurut data Pusat Informasi Kriminal Nasional (Pusiknas) Polri, sepanjang semester I 2022 ada sekitar 1,7 juta kasus pelanggaran lalu lintas yang tercatat di Indonesia.
Pelaku pelanggaran yang tercatat dan diketahui profesinya hanya sekitar 374,5 ribu orang, dan mayoritasnya bekerja di badan usaha milik negara (BUMN).
"Sebanyak 53% pelanggar lalu lintas adalah masyarakat yang berprofesi sebagai pegawai BUMN," kata Polri dalam laporannya.
Selain pegawai BUMN, pelanggaran lalu lintas juga banyak dilakukan karyawan swasta, pelajar atau mahasiswa, pengemudi tranportasi umum, anggota TNI/Polri, pegawai negeri sipil (PNS), serta buruh atau petani.
Adapun pelanggar lalu lintas dari kalangan pengemudi ojek online, yaitu GoJek dan Grab, hanya tercatat sangat sedikit seperti terlihat pada grafik.
Polri tidak merinci pelanggaran apa saja yang dilakukan kelompok-kelompok profesi tersebut.
Namun, secara umum pelanggaran lalu lintas dapat diartikan sebagai perilaku yang tidak menaati aturan di jalanan, dapat merintangi atau membahayakan keamanan lalu lintas, serta dapat mengancam keselamatan pengguna jalan.
Pelanggaran yang kerap dilakukan pengendara mobil dan motor adalah tidak mematuhi marka atau rambu jalan, surat kendaraan tidak lengkap, melawan arus, serta tidak memakai perlengkapan standar keselamatan seperti helm dan sabuk pengaman.
Sepanjang semester I 2022 pelanggaran lalu lintas paling banyak dilakukan oleh pengendara dengan jenis kelamin laki-laki (92,95%), sedangkan perempuan sangat sedikit (7,05%). Mayoritas pelanggar berusia 26-45 tahun (42,5%) serta 17-25 tahun (34,6%).
Kasusnya paling banyak terjadi di wilayah hukum Polda Metro Jaya, yakni DKI Jakarta dan sekitarnya, dengan proporsi 25% dari total kasus pelanggaran lalu lintas nasional.
Pelanggaran paling banyak berikutnya tercatat di Jawa Tengah (13,4%), Jawa Timur (12,6%), dan Jawa Barat (12,5%).
(Baca: Tilang Manual Dihapus, Ini Pelanggaran yang Banyak Dilakukan Pengendara Motor)