Menurut Indonesia Corruption Watch (ICW), tren korupsi di perdesaan meningkat sejak adanya program Dana Desa.
Hal ini disampaikan ICW dalam Laporan Hasil Pemantauan Tren Penindakan Kasus Korupsi Tahun 2022.
(Baca: Dana Desa Bertambah Setiap Tahun, tapi Turun pada 2022)
"Sejak pemerintah mengalokasikan Dana Desa pada tahun 2015, secara konsisten terjadi peningkatan tren kasus korupsi hingga tahun 2022," kata ICW dalam laporannya.
Menurut catatan ICW, pada 2016 baru ada 17 kasus korupsi di sektor desa. Kemudian pada 2022 jumlahnya melonjak jadi 155 kasus.
Tak hanya dari jumlah kasus, nilai potensi kerugian negara dari korupsi desa juga meningkat drastis.
Pada 2016 potensi kerugiannya baru sekitar Rp40,1 miliar, lantas pada 2022 membengkak jadi Rp381 miliar seperti terlihat pada grafik.
Adapun dari seluruh kasus korupsi desa yang terpantau ICW, tidak semuanya berkaitan dengan program Dana Desa. Ada pula korupsi yang terkait penerimaan atau pendapatan desa.
Berdasarkan catatan ICW, setidaknya ada lima celah yang menyebabkan anggaran desa rawan dikorupsi, yaitu:
- Proses perencanaan program, ada potensi bias kepentingan kelompok elite;
- Proses pelaksanaan program, ada potensi nepotisme dan tidak transparan;
- Proses pengadaan barang dan jasa, ada potensi mark-up, rekayasa, dan tidak transparan;
- Proses pertanggungjawaban, ada potensi laporan fiktif;
- Proses monitoring dan evaluasi, ada potensi hanya bersifat formalitas, administratif, dan telat mendeteksi korupsi.
"Besarnya alokasi anggaran desa tentu menjadi tantangan besar bagi pemberantasan korupsi, terutama dalam aspek transparansi dan akuntabilitas," kata ICW.
"Jika kepala desa maupun perangkat desa tidak memiliki pemahaman mengenai pengelolaan anggaran yang baik, maka hal tersebut akan mengakibatkan anggaran dana di setiap desa rawan menjadi bancakan korupsi," lanjutnya.
(Baca: Rumah Tangga Kumuh Perdesaan Berkurang Lebih Cepat Dibanding Perkotaan)