Harga Gas Alam Dunia Turun Selama Empat Hari Terakhir

Energi

Multiple Data

Agus Dwi Darmawan 29/03/2023 15:08 WIB

URL telah disalin

Memuat...

Harga Gas Alam Dunia Tiga Bulan Terakhir

A Font Kecil
A Font Sedang
A Font Besar

Akses multiple data

Harga Gas Alam Dunia Turun Selama Empat Hari Terakhir

Anda butuh akun Professional untuk mengakses data ini.

Professional Bulanan

~~Rp300.000~~

Rp150.000/bln

Professional Tahunan

~~Rp2.400.000~~

Rp1.200.000/thn

Kami menerima pembayaran berikut:

Beberapa metode pembayaran masih dalam proses aktivasi.

Harga Gas Alam Dunia Tiga Bulan Terakhir

Unduh

Sumber

A Font Kecil
A Font Sedang
A Font Besar

Harga gas alam dunia untuk transaksi Selasa, 28 Maret 2023 turun. Perdagangan harga gas alam dunia hari ini tercatat US$ 2,09 per mmbtu. Angka ini lebih rendah dibandingkan perdagangan hari sebelumnya yang berada di angka US$ 2,11 per mmbtu. Kondisi saat ini menggenapi pergerakan harga gas alam dunia dalam empat hari terakhir yang sedang dalam tren menyusut.

(Baca: Harga Gas Alam Dunia Sore Hari Diperdagangkan US$ 2,11 per Mmbtu (Senin, 27 Maret 2023))

Seminggu terakhir, pergerakan harga gas alam dunia melambat 17,02 persen dengan rata-rata harga transaksi harian adalah US$ 2,21 per mmbtu. Perhitungan Katadata Insight Center (KIC), dalam setahun berjalan (year-to-date/YTD), harga gas alam dunia tersebut telah menyusut -48,62 persen. Adapun sepanjang tahun ini, nilai perdagangan tertinggi untuk komoditas gas alam dunia pernah ditransaksikan di harga US$ 4,11 per mmbtu yang terjadi pada Kamis, 05 Januari 2023.

Secara tahunan, rata-rata perdagangan harga gas alam dunia dalam lima tahun terakhir dalam tren naik. Sementara itu, untuk pantauan harga secara bulanan, transaksi dalam 12 bulan terakhir cenderung menyusut. Tertinggi, harga rata-rata bulanan komoditas gas alam dunia pernah tercatat yakni pada Agustus 2022 diharga US$ 8,78 per mmbtu.

(Baca: Harga Gabah di Pasar Internasional Rp 5.402,9 per Kg (Selasa, 28 Maret 2023))

Sebelumnya, berita ancaman kekurangan gas juga memperdalam kekhawatiran atas risiko resesi di negara-negara yang bergantung pada bahan bakar untuk industri dan pembangkit listrik, termasuk Inggris dan Uni Eropa.