Bank Dunia atau World Bank menghimpun rerata emisi karbon dioksida (CO2) setiap penduduk Indonesia. Emisi per kapita ini diolah World Bank dari Climate Watch, dalam laporan Historical GHG Emission.
Untuk Indonesia, angka emisi per kapita sebenarnya cukup fluktuatif. Pada 2000, volume emisinya mencapai 1,3 metrik ton per kapita per tahun. Setahun setelahnya, angka ini meningkat menjadi 1,4 metrik ton per kapita.
Sejak 2002 hingga 2010, volume emisi naik dalam kisaran 0,1-0,3 metrik ton per kapita. Kenaikannya berjalan perlahan, sebesar 0,1 metrik ton per kapita per tahunnya.
Namun dari 2010 menuju 2011, kenaikannya mencapai 0,2 metrik ton per kapita. Volume emisi 2010 mencapai 1,7 metrik ton per kapita menjadi 1,9 metrik ton per kapita pada 2011.
Setahun setelahnya, 2012, angkanya menurun 0,1 metrik ton menjadi 1,8 metrik ton per kapita. Tren dari 2012 hingga 2016 naik dan turun tipis, seperti terlihat pada grafik.
Emisi tertinggi tercatat pada 2019, mencapai 2,2 metrik ton per kapita. Data terakhir, 2020, angkanya menurun menjadi 2,1 metrik ton per kapita.
(Baca juga: Emisi Karbon Global Naik Lagi pada 2022, Pecahkan Rekor Baru)
World Bank menyebut, emisi CO2 merupakan bagian terbesar dari gas rumah kaca yang menyebabkan pemanasan global. Emisi CO2 disebut masuk antropogenik, yakni aktivitas manusia, baik disengaja atau tidak disengaja dan dilakukan secara kontinu sehingga menimbulkan dampak atau bencana.
Adapun aktivitas penyumbang emisi CO2 di antaranya pembakaran minyak, batu bara dan gas untuk penggunaan energi; pembakaran kayu dan bahan limbah; serta proses industri seperti produksi semen.
World Bank juga menjelaskan, penambahan gas rumah kaca manusia ke atmosfer mengganggu keseimbangan radiasi bumi.
"Ini mengarah pada peningkatan suhu permukaan bumi dan efek terkait pada iklim, kenaikan permukaan laut, dan pertanian dunia," tulis World Bank dalam lamannya.
(Baca juga: Bencana Alam Terkait Perubahan Iklim Meningkat di Skala Global)