Parlemen Iran menyetujui usulan penutupan Selat Hormuz, setelah Amerika Serikat (AS) menyerang fasilitas nuklir Iran pada Sabtu (21/6/2025).
"Parlemen telah mencapai kesimpulan bahwa Selat Hormuz harus ditutup," kata Mayor Jenderal Esmaeli Kowsari, anggota Komisi Keamanan Nasional Parlemen Iran, disiarkan Iran Press TV, dikutip dari Antara (23/6/2025).
"Keputusan akhir mengenai hal tersebut akan ditetapkan oleh Dewan Keamanan Tertinggi Nasional," kata dia.
(Baca: Harga Minyak Dunia Naik Lagi setelah AS Serang Iran)
Selat Hormuz merupakan jalur pelayaran yang melewati sebagian wilayah Iran, yang kini sedang berperang dengan Israel dan AS.
Menurut U.S. Energy Information Administration (EIA), Selat Hormuz memiliki peran penting dalam perdagangan minyak global.
"Selat ini cukup dalam dan lebar untuk menampung kapal tanker minyak mentah terbesar, dan merupakan salah satu jalur transportasi minyak terpenting di dunia," kata EIA dalam laporan Amid regional conflict, the Strait of Hormuz remains critical oil chokepoint (16/6/2025).
"Volume minyak yang besar mengalir melalui selat ini, dan jika selat jika ditutup, pilihan alternatif untuk mengirim minyak keluar sangat sedikit," kata mereka.
(Baca: Iran Masuk 10 Negara Penghasil Minyak Terbesar Global)
Menurut data EIA, selama periode 2020—kuartal I 2025, volume pasokan minyak yang dikirim melalui Selat Hormuz berkisar antara 19 juta—21 juta barel per hari (gabungan minyak mentah, produk minyak, dan kondensat).
Angka tersebut setara 19—21% dari total volume konsumsi minyak global.
"Aliran minyak yang melewati Selat Hormuz menyumbang sekitar seperempat dari total perdagangan minyak via jalur laut global, dan sekitar seperlima dari konsumsi minyak global," kata EIA.
"Jika minyak tidak bisa melewati jalur utama, bahkan untuk sementara, hal ini dapat mengakibatkan penundaan pasokan yang signifikan dan meningkatkan biaya pengiriman, yang berpotensi menaikkan harga energi dunia," kata mereka.
EIA mengungkapkan, aliran ekspor minyak yang melalui Selat Hormuz banyak berasal dari negara-negara produsen minyak utama Timur Tengah, seperti Arab Saudi, Kuwait, Uni Emirat Arab, Irak, dan Iran.
Pasokan minyak yang melalui selat ini sebagian besar dikirim ke Asia, terutama China, India, Jepang, dan Korea Selatan.
"Pasar-pasar ini kemungkinan besar akan paling terpengaruh oleh gangguan pasokan di Hormuz," kata EIA.
(Baca: Ini Deretan Konflik Timur Tengah yang Guncang Pasar Minyak Global)