Setiap tahun Indonesia mengimpor puluhan juta ton minyak bumi, baik berupa minyak mentah maupun hasil minyak.
Impor itu beriringan dengan naiknya kebutuhan konsumsi minyak nasional, yang tak bisa dipenuhi dari hasil produksi dalam negeri.
(Baca: Produksi Minyak Bumi Indonesia Terus Berkurang, tapi Konsumsinya Naik)
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), impor minyak Indonesia juga cenderung meningkat dalam dua dekade terakhir.
Selama periode 2002—2004, ketika Indonesia dipimpin Presiden Megawati Soekarnoputri, total volume impor minyak nasional (gabungan minyak mentah dan hasil minyak) berkisar 30 juta—34 juta ton per tahun.
Kemudian pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) 2005—2014, kisaran impornya naik menjadi 33 juta—45 juta ton per tahun.
Pada era SBY impor minyak Indonesia sempat mencapai rekor tertinggi, yakni 45,6 juta ton pada 2013.
Kemudian selama era Presiden Joko Widodo (Jokowi) 2015—2022 kisaran impornya sedikit turun menjadi 31 juta—44 juta ton per tahun.
Impor minyak terendah era Jokowi terjadi pada 2020, ketika aktivitas masyarakat dan industri turun drastis akibat pandemi Covid-19.
Namun, setelah itu impor minyak nasional naik lagi hingga kembali ke kisaran 40 juta ton pada 2022.
Adapun menurut data British Petroleum (BP), sepanjang 2022 Indonesia hanya memproduksi minyak bumi 31,4 juta ton, sedangkan konsumsinya 69,7 juta ton.
Hal itu menjadikan Indonesia defisit pasokan minyak bumi (selisih antara produksi dan konsumsi) sekitar 38,3 juta ton pada tahun lalu.
(Baca: Konsumsi Minyak Bumi Indonesia 2 Kali Lebih Banyak dari Produksi pada 2022)