Berdasarkan data Yahoo Finance, pada Rabu (16/4/2024) pukul 12.30 WIB nilai tukar 1 dolar AS (US$) mencapai Rp16.153.
Nilai tersebut naik 9,9% (year-on-year) sekaligus menjadi rekor tertinggi dalam setahun terakhir.
Menguatnya nilai dolar AS terhadap rupiah ini bisa menimbulkan dampak bagi perekonomian Indonesia.
Menurut Bambang S. Brodjonegoro, mantan Menteri Keuangan periode 2014-2016, dampak utamanya adalah barang impor yang menjadi lebih mahal, sehingga bisa melampaui ekspor nasional.
Kondisi nilai impor yang lebih tinggi dari ekspor ini disebut juga defisit neraca transaksi berjalan.
"Kalau indonesia, yang diwaspadai (dari penguatan dolar AS) yakni kemungkinan defisit neraca transaksi berjalan agak melebar." kata Bambang, dilansir Katadata, Senin (15/4/2024).
"Neraca perdagangan surplus makin tipis, neraca jasa yang defisitnya mungkin melebar," ujarnya.
Adapun menurut Myrdal Gunarto, Staf Bidang Ekonomi, Industri, dan Global Markets Maybank Indonesia, rupiah melemah terhadap dolar AS karena pengaruh pasar valuta asing (foreign exchange/forex) di luar negeri.
"Pelemahan rupiah terhadap US$ yang sudah menembus Rp16.000 bisa jadi dikarenakan mekanisme transaksi yang terjadi di pasar luar negeri, seperti di pasar non-deliverable forward (NDF) Singapura," kata Myrdal, dilansir Katadata, Senin (15/4/2024).
Myrdal juga menilai, secara fundamental permintaan dolar AS di Indonesia cenderung meningkat untuk kebutuhan impor BBM dan bahan pangan.
(Baca: Indonesia Jadi Importir Beras Terbesar ke-2 di Dunia pada 2023)