Kelompok militan Hizbullah dari Lebanon kembali melakukan serangan ke Israel pada Kamis (2/11/2023).
"Hizbullah Lebanon mengatakan pada hari Kamis bahwa pihaknya melancarkan beberapa serangan ke lokasi tentara Israel menggunakan drone yang dapat meledak, dan Israel melancarkan serangan udara ke wilayah selatan Lebanon dengan eskalasi kekerasan yang tajam," seperti diberitakan Reuters, Jumat (3/11/2023).
Adapun menurut media Israel, Hizbullah sudah melancarkan serangan sejak awal meletusnya perang Israel-Hamas Palestina awal Oktober 2023.
"Hizbullah yang didukung Iran telah menembakkan puluhan rudal anti-tank, roket, dan mortir ke lokasi militer dan kota-kota Israel sejak serangan mematikan Hamas 7 Oktober. Mereka juga mengirim orang-orang bersenjata untuk menyusup ke bagian utara Israel," seperti diberitakan The Times of Israel, Selasa (31/10/2023).
(Baca: Jika Perang Tak Meluas, Bank Dunia Prediksi Harga Minyak Menurun)
Lantas, siapakah Hizbullah itu?
Menurut laporan What is Hezbollah dari lembaga riset Council on Foreign Relations (CFR), Hizbullah adalah kelompok bersenjata yang mulai berkembang sejak perang saudara Lebanon pecah pada 1975.
Kelompok tersebut kemudian ikut serta melawan invasi Israel ke Lebanon pada 1978 dan 1982, dan berkembang menjadi partai politik hingga berhasil masuk ke struktur pemerintahan Lebanon.
"Mereka (Hizbullah) mengabadikan ideologinya dalam manifesto tahun 1985 yang berjanji untuk mengusir negara-negara Barat dari Lebanon, menyerukan penghancuran negara Israel, dan berjanji setia kepada pemimpin tertinggi Iran," kata CFR dalam laporannya.
"Pada 1992 Hizbullah berpartisipasi dalam pemilu nasional untuk pertama kalinya, dan mereka memenangkan delapan kursi di parlemen Lebanon," lanjutnya.
Setelah itu Hizbullah terus memperluas kekuasaannya. Bahkan menurut Lina Khatib, profesor bidang politik dan studi Timur Tengah, mereka punya kekuatan untuk mengalahkan pemerintah Lebanon.
"Secara teori, Hizbullah punya kekuatan militer untuk mengambil alih kekuasaan di Lebanon lewat kekerasan, namun mereka tidak berkepentingan untuk melakukan hal tersebut," kata Lina Khatib dalam laporan How Hezbollah holds sway over the Lebanese state yang dirilis Chatham House.
"Pengaruh politik Hizbullah dalam pemerintahan Lebanon memungkinkan mereka untuk mendorong kebijakan militer tertentu–khususnya di pinggiran selatan Beirut, di selatan Lebanon, dan di wilayah Beqaa–yang digunakan untuk memfasilitasi kegiatan militer Hizbullah," lanjutnya.
(Baca: Ini Deretan Konflik Timur Tengah yang Guncang Pasar Minyak Global)
Adapun menurut data yang dihimpun Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI), selama periode 2010-2022, satu-satunya negara yang tercatat pernah memasok senjata untuk Hizbullah adalah Suriah.
SIPRI menemukan pada 2010 ada satu kontrak pengiriman senjata asal Suriah untuk kelompok Hizbullah, senjatanya berupa rudal balistik jenis Fateh-110.
Selain itu, tak ada lagi kontrak senjata spesifik untuk Hizbullah yang datanya terbuka dan bisa diakses publik.
SIPRI juga menemukan ada 50 kontrak pengiriman senjata lain ke Lebanon selama periode 2010-2022.
Negara asal pengirimnya berbeda-beda, mulai dari Amerika Serikat (AS), Prancis, Italia, Yordania, Uni Emirat Arab (UEA), Brasil, Belgia, dan Kanada.
Kontrak pengiriman terbanyak berasal dari AS, seperti terlihat pada grafik.
Menurut kontrak tersebut, selama periode 2010-2022 ada berbagai jenis perlengkapan perang asal AS yang masuk ke Lebanon, mulai dari mortir, meriam, rudal anti-tank, kendaraan lapis baja, sampai helikopter. Namun, pihak penerima senjatanya tidak tercatat secara rinci.
SIPRI mengumpulkan data ini dari beragam sumber yang bisa diakses publik, mulai dari pemberitaan media massa, laporan tahunan perusahaan senjata, laporan ekspor-impor senjata, hingga dokumen kebijakan negara.
(Baca: Daftar Negara Pemasok Senjata untuk Israel, AS Teratas)