Jika Perang Tak Meluas, Bank Dunia Prediksi Harga Minyak Menurun

Ekonomi & Makro
1
Adi Ahdiat 31/10/2023 15:04 WIB
Proyeksi Rata-rata Harga Minyak Mentah Brent per Tahun menurut Bank Dunia (2021-2025)
databoks logo
  • A Font Kecil
  • A Font Sedang
  • A Font Besar

Perang Israel-Palestina yang meletus sejak 7 Oktober 2023 diprediksi tak akan terlalu mempengaruhi harga minyak mentah global, lantaran pihak-pihak yang berperang bukan produsen minyak besar.

Hal ini dinyatakan Bank Dunia dalam laporan Commodity Markets Outlook edisi Oktober 2023.

"Dengan asumsi konflik di Timur Tengah tidak mengalami eskalasi, rata-rata harga minyak mentah Brent diproyeksikan mencapai US$84/barel pada 2023, turun dibanding 2022 yang rata-ratanya hampir US$100/barel," kata Bank Dunia dalam laporannya.

Bank Dunia juga memproyeksikan harga minyak global cenderung menurun dalam dua tahun ke depan.

"Rata-rata harga minyak mentah Brent diproyeksikan US$84/barel pada 2023, kemudian lebih moderat pada 2024 di tengah melemahnya pertumbuhan ekonomi global dan peningkatan pasokan, dan cenderung stabil pada 2025 seiring dengan pulihnya permintaan dan pasokan," kata mereka.

Namun, Bank Dunia menyebut ada sejumlah faktor yang berisiko mendongkrak harga minyak, salah satunya perluasan perang Israel-Palestina.

"Meski Israel dan Gaza bukan produsen energi utama, eskalasi dan penyebaran konflik ke wilayah yang lebih luas dapat menyebabkan peningkatan harga minyak dan komoditas lain," kata mereka.

Menurut Bank Dunia, hal itu pernah terjadi ketika Perang Yom Kippur tahun 1973, ketika Israel berperang dengan negara-negara Arab yang dipimpin Mesir dan Suriah.

Dalam perang tersebut, negara-negara Arab melakukan embargo atau pelarangan perdagangan minyak dengan negara pendukung Israel.

"Embargo minyak Arab (dalam Perang Yom Kippur) terjadi pada Oktober 1973 sampai Maret 1974, mengakibatkan penghapusan pasokan 4,3 juta barel minyak per hari dari pasar, setara 7,5% dari pasokan global," kata Bank Dunia.

"Selama embargo tersebut, OPEC (organisasi negara eksportir minyak) menaikkan harga minyak dari US$2,7 per barel pada September 1973, menjadi US$13 barel pada Januari 1974. Meski embargo hanya berlangsung lima bulan, harga minyak riil tetap tinggi dan tidak pernah kembali ke level sebelum embargo," lanjutnya.

"Guncangan harga minyak saat itu berdampak parah, menyebabkan lonjakan inflasi global dan memainkan peran utama dalam memicu resesi global tahun 1975," kata Bank Dunia.

(Baca: Ini Deretan Konflik Timur Tengah yang Guncang Pasar Minyak Global)

Editor : Adi Ahdiat
Data Populer
Lihat Semua