Sri Mulyani, Menteri Keuangan, mengatakan, penerimaan kepabeanan dan cukai mencapai Rp220,8 triliun per Oktober 2023. Nilai ini sudah mencapai 72,8% dari target dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Namun, angka itu justru tercatat ambles hingga 13,6% bila dibandingkan perode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/yoy) pada Oktober 2022. Biang keroknya karena dua komponen dalam kepabeanan dan cukai, yakni bea keluar dan cukai melesu pada Oktober 2023.
Rinciannya, penerimaan bea masuk sebesar Rp41,4 triliun. Angka ini sudah masuk 87,1% dari target APBN.
Ani, sapaannya, menyebut bea masuk tumbuh tipis sebesar 1,8% (yoy). Capaian itu tetap positif meski salah satu pendorongnya, yakni impor, turun cukup besar hingga 7,8% (yoy).
Sementara itu bea keluar tercatat sebesar Rp9,7 triliun atau sudah memenuhi 94,7% dari APBN. Bea keluar terkontraksi hebat hingga 74,4% (yoy).
Ani menjelaskan, ambruknya bea keluar karena beberapa faktor, di antaranya bea keluar produk sawit yang jatuh sangat dalam hingga 81,9% (yoy). Bea keluar tembaga juga turun 31% (yoy) karena melemahnya ekspor tembaga sebesar 7,9% (yoy). Selain itu, bea keluar bauksit ambrol 88,3% (yoy) karena berhentinya ekspor komoditas tersebut sejak Maret 2023.
Komponen lainnya, yakni cukai, tercatat sebesar Rp169,8 triliun atau baru mencapai 69,2% dari APBN.
Salah satu cukainya, yakni cukai hasil tembakau (CHT) turun 4,3% (yoy), disebabkan produksi sampai Agustus 2023 yang turun 2,1% (yoy) dan tarif rata-rata tertimbang justru turun 0,9%. Turunnya tarif rerata itu karena melemahnya produksi SKM dan SPM golongan I.
(Baca juga: Pendapatan Negara Rp2.240,1 Triliun per Oktober 2023, Ini Penyumbang Terbesar)