Aliansi Ekonom Indonesia menilai kehidupan bernegara semakin jauh dari visi keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Oleh karena itu, 7 desakan darurat ekonomi dilayangkan pada Selasa (9/9/2025).
Salah satu yang mendasari 7 desakan darurat ekonomi adalah pertumbuhan ekonomi yang menurun kualitasnya dan jauh dari inklusif, sehingga manfaatnya tidak dirasakan masyarakat.
Ekonom Universitas Gadjah Mada, Elan Satriawan, mewakili Aliansi mengatakan, pada periode 2010-2020 sebelum pandemi Covid-19, rerata pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) Indonesia sebesar 5,4% dan mampu mengungkit rerata pertumbuhan upah riil sekitar 5,1%.
Saat pandemi Covid-19 (2020-2022), rerata pertumbuhan per tahun PDB sebesar 2,3%, tapi rata-rata pertumbuhan upah riil justru minus 0,9%.
“Pada periode 2022-2024, yaitu setelah kita pulih dari Covid-19, perekonomian kita walau tumbuh 5%, namun hanya bisa mengungkit upah riil sebesar 1,2%. Jadi, upah riil stagnan,” ujar Elan dalam jumpa pers daring.
Berikut isi 7 desakan darurat ekonomi, sebagaimana dikutip dari Katadata.co.id:
- Perbaiki secara menyeluruh misalokasi anggaran yang terjadi dan tempatkan anggaran pada kebijakan dan program secara wajar dan proporsional.
- Kembalikan independensi, transparansi, dan pastikan tidak ada intervensi berdasarkan kepentingan pihak tertentu pada berbagai institusi penyelenggara negara, serta kembalikan penyelenggara negara pada marwah dan fungsi seperti seharusnya.
- Hentikan dominasi negara yang berisiko melemahkan aktivitas perekonomian lokal, termasuk pelibatan Danantara, BUMN, TNI, dan Polri sebagai penyelenggara yang dominan, sehingga membuat pasar tidak kompetitif dan dapat menyingkirkan lapangan kerja lokal, ekosistem UMKM, sektor swasta, serta modal sosial masyarakat.
- Deregulasi kebijakan, perizinan, lisensi dan penyederhanaan birokrasi yang menghambat terciptanya iklim usaha dan investasi yang kondusif.
- Prioritaskan kebijakan yang menangani ketimpangan dalam berbagai dimensi.
- Kembalikan kebijakan berbasis bukti dan proses teknokratis dalam pengambilan kebijakan serta berantas program populis yang mengganggu kestabilan dan prudensi fiskal (seperti makan bergizi gratis, koperasi desa/kelurahan Merah Putih, sekolah rakyat, hilirisasi, subsidi dan kompensasi energi, dan Danantara).
- Tingkatkan kualitas institusi, bangun kepercayaan publik, dan sehatkan tata kelola penyelenggara negara serta demokrasi, termasuk memberantas konflik kepentingan maupun perburuan rente.
(Baca: Sederet Tantangan Ekonomi Menurut Anak Muda Indonesia, dari Bahan Pokok hingga Pendapatan Pajak)