Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan terjadi deflasi bulanan 0,12% (month-to-month) pada September 2024.
Deflasi tersebut merupakan yang kelima kalinya terjadi secara beruntun sejak Mei 2024, dengan rincian seperti terlihat pada grafik.
Deflasi adalah penurunan harga barang dan jasa secara umum. Menurut Plt. Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti, deflasi belakangan ini terjadi karena turunnya harga komoditas bergejolak, khususnya harga pangan.
"Faktor yang mempengaruhi deflasi atau penurunan harga adalah sisi penawaran. Andil deflasi terutama disumbang oleh penurunan harga pangan," kata Amalia, dilansir Katadata.co.id (1/10/2024).
"Produk hortikultura dan juga produk peternakan beberapa bulan sebelumnya sempat mengalami peningkatan, sekarang turun karena kembali stabil," lanjutnya.
(Baca: 5 Komoditas Penyumbang Deflasi Bulanan RI September 2024)
Menurut Eka Budiyanti, Analis Legislatif dari Pusat Analisis Keparlemenan Badan Keahlian DPR RI, deflasi dalam jangka pendek menguntungkan konsumen karena harga-harga menjadi lebih murah.
Namun, jika terjadi dalam jangka panjang, hal ini bisa menjadi gejala buruk.
"Deflasi yang berkepanjangan bisa menjadi tanda adanya masalah ekonomi yang lebih besar, seperti penurunan daya beli masyarakat dan penurunan pendapatan produsen," kata Eka dalam laporan Dampak Deflasi terhadap Perekonomian dan Upaya Mengatasinya (Agustus 2024).
"Dampak deflasi lainnya adalah naiknya tingkat pengangguran akibat perusahaan mengurangi produksi dan menunda investasi," lanjutnya.
Adapun menurut data Kementerian Ketenagakerjaan, seiring dengan terjadinya deflasi, dalam beberapa bulan belakangan tren pemutusan hubungan kerja (PHK) cenderung meningkat.
Selama periode Januari-Agustus 2024 ada sekitar 46,2 ribu pekerja yang terkena PHK secara nasional, dengan rincian jumlah korban PHK per bulan seperti terlihat pada grafik.
Secara kumulatif angkanya naik 24% dibanding korban PHK Januari-Agustus tahun lalu yang berjumlah 37,4 ribu orang.
(Baca: Tren PHK Nasional Meningkat sampai Agustus 2024)