Center of Economic and Law Studies (Celios), mencatat 10 masalah fiskal utama selama dua periode pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Diketahui, jabatan Jokowi bakal berakhir pada Oktober 2024.
Melansir Katadata, masalah fiskal itu di antaranya pertumbuhan ekonomi yang dinilai stagnan; defisit APBN makin lebar; rasio utang meningkat; rasio pajak turun; pembiayaan investasi lebih rendah dari pembiayaan utang; pertumbuhan belanja perlindungan sosial lemah; anomali penyertaan modal negara pada BUMN; belanja perlindungan lingkungan hidup masih rendah; pembangunan IKN; dan penyempitan ruang fiskal.
Databoks menghimpun dua poin sorotan fiskal tersebut, di antaranya rasio utang tahunan terhadap produk domestik bruto (PDB) dan pertumbuhan ekonomi tahunan selama hampir 10 tahun terakhir.
Celios mencatat, pertumbuhan ekonomi Indonesia stagnan pada level 5%. Pertumbuhan ekonomi tertinggi Indonesia dalam satu dekade terakhir hanya terjadi pada 2022 mencapai 5,3% dan terendah pada 2020 minus 2,07%.
(Baca juga: Ekonomi Indonesia Tumbuh 5,05% pada Kuartal II 2024)
Data terakhir dari Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan ekonomi per kuartal II 2024 mencapai 5,05% dibanding kuartal II 2023.
Berdasarkan PDB harga berlaku mencapai Rp5.536,5 triliun pada periode tersebut. Jika diukur berdasarkan harga konstan, nilai PDB Indonesia kuartal II 2024 mencapai Rp3.231,0 triliun.
Sementara itu, Celios menyebut rasio utang Indonesia terhadap PDB melojak 58,42% dari 24,68% pada 2014 menjadi 39% pada 2023.
Data terakhir pada Juli 2024, nominal utang Indonesia mencapai Rp8.502,69 triliun atau sekitar Rp8,5 kuadriliun. Dari jumlah tersebut, rasio utangnya terhadap PDB adalah 38,68%.
(Baca juga: Bagaimana Rasio Utang terhadap PDB Indonesia yang Disinggung Prabowo?)
“Kebijakan fiskal selama satu dekade terakhir tidak menunjukkan perbaikan yang substansial dalam memperkuat basis ekonomi nasional," kata Direktur Kebijakan Publik Celios Media Wahyudi Askar menjelaskan masalah fiskal era Jokowi, Kamis (12/9/2024).
Padahal, menurut Media, pemahaman mendalam terhadap kondisi ekonomi makro saat ini menjadi dasar penting. Khususnya dalam membangun kerangka fiskal yang lebih responsif. Akibatnya, Jokowi mewariskan kondisi anggaran pendapatan dan belanja negara atau APBN yang sangat berat.
“APBN kita tidak mewah. Jokowi tidak hanya mewariskan anaknya tetapi juga kekacauan yang luar biasa dalam tata kelola fiskal di Indonesia,” ujar Media.
(Baca Katadata: Daftar 10 Masalah Fiskal Era Jokowi yang Bakal Diwarisi Prabowo)