Pemerintah mengusulkan anggaran untuk Kartu Pra Kerja pada 2020 berkisar Rp 7,81 triliun. Anggaran tersebut untuk pelatihan, sertifikasi, insentif, dan pengisian survei berjenjang yang terbagi menjadi akses digital dan reguler. Total anggaran untuk akses digital sebanyak Rp 3,98 triliun dengan target 1,5 juta orang. Secara rinci, akses digital (skilling/reskilling) terdiri atas anggaran pelatihan sebesar Rp 2 juta, insentif sebesar Rp 500 ribu per bulan, dan pengisian survei sebesar Rp 150 ribu.
Sementara itu, total anggaran untuk akses reguler sebesar Rp 3,83 triliun yang terdiri atas skilling sebesar Rp 3,06 triliun dengan target 400 ribu peserta dan reskilling sebesar Rp 765 miliar dengan target 100 ribu peserta. Adapun rincian untuk akses reguler skilling terdiri atas pelatihan sebesar Rp 6,1 juta, sertifikasi sebesar Rp 900 ribu, insentif Rp 500 ribu per bulan, dan pengisian survei berjenjang sebesar Rp 150 ribu.
Sementara itu, untuk akses reguler reskilling terdiri atas pelatihan dengan anggaran Rp 6,1 juta, sertifikasi sebesar Rp 900 ribu, insentif sebesar Rp 500 ribu per bulan, dan pengisian survei berjenjang sebesar Rp 150 ribu. Sebagai informasi, penerima Kartu Pra Kerja adalah individu yang baru lulus/kuliah namun belum mendapatkan pekerjaan, individu yang sudah bekerja tetapi ingin mendapatkan kemampuan tambahan, dan individu yang menjadi korban pemutusan hubungan kerja (PHK) dan ingin mencari pekerjaan baru.
(Baca Databoks: Berapa Realisasi Dana Bantuan Sosial Indonesia?)