Pendapatan negara dari Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 atau pajak karyawan mencapai Rp172 triliun pada 2022.
Setoran pajak tersebut meningkat sekitar 18% dibanding 2021 (year-on-year), sekaligus menjadi rekor tertinggi baru.
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mendefinisikan PPh Pasal 21 sebagai "pemotongan atas penghasilan yang dibayarkan kepada orang pribadi sehubungan dengan pekerjaan, jabatan, jasa, dan kegiatan".
Objek pajak dalam PPh Pasal 21 adalah penghasilan tetap bulanan yang diterima karyawan (seperti gaji dan tunjangan), serta penghasilan tidak tetap yang diterima karyawan, non-karyawan, dan peserta kegiatan (seperti honor kegiatan, honor narasumber, dan sebagainya).
Saat ini pemotongan PPh Pasal 21 menggunakan rumus: Penghasilan Kena Pajak (Penghasilan neto setahun - Penghasilan Tidak Kena Pajak) x tarif progresif.
Namun, mulai 2024 Kemenkeu akan menerapkan sistem perhitungan baru yang lebih sederhana.
"Insya Allah mulai Januari 2024 kami sudah menggunakan metodologi pemungutan PPH Pasal 21 dengan menggunakan tarif efektif rata-rata yang lebih mudah," kata Direktur Jenderal Pajak Kemenkeu Suryo Utomo, dilansir Bisnis.com, Senin (27/11/2023).
"Sampai saat ini proses penyusunan dasar hukum untuk menetapkan tarif efektif rata-rata masih dalam proses," ujar Suryo.
(Baca: UMP Indonesia Naik Rp2,5 Juta dalam 20 Tahun)