Calon presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menjadi korban penembakan senjata api saat berkampanye di Pennsylvania, Sabtu (13/7/2024).
"Saya tertembak peluru yang menembus bagian atas telinga kanan saya," kata Trump di akun media sosial Truth, Minggu (14/7/2024).
Menurut keterangan FBI yang dilansir Reuters, pelaku penembakannya adalah Thomas Matthew Crooks, pemuda berusia 20 tahun.
Namun, motivasi pelaku tidak diketahui, karena ia sudah ditembak mati oleh tim penembak jitu sesaat setelah beraksi.
Adapun Trump bukan korban satu-satunya. Menurut unggahan Trump di media sosialnya, ada orang lain yang tewas dan terluka akibat tembakan Crooks.
"Saya menyampaikan belasungkawa kepada keluarga korban yang tewas dalam aksi tersebut, dan juga kepada keluarga korban lainnya yang terluka parah. Sungguh luar biasa bahwa hal seperti ini dapat terjadi di negara kita," kata Trump.
Banyak Kasus Penembakan di AS
Meski Trump menyebut kasus ini "luar biasa", insiden penembakan bukanlah sesuatu yang jarang terjadi di AS.
Menurut lembaga riset Gun Violence Archive (GVA), selama periode 2014-2023 tiap tahunnya ada sekitar 21 ribu sampai 40 ribu orang di AS yang terluka karena penembakan senjata api, baik yang disengaja maupun tidak.
Setiap tahun ada juga sekitar 12 ribu sampai 20 ribu orang di AS yang tewas karena kasus serupa.
Bahkan sejak 2020 tren jumlah korban yang terluka dan tewas karena senjata api di AS cenderung meningkat, seperti terlihat pada grafik.
GVA menghimpun data-data tersebut dari pemberitaan media massa, pemerintah, dan laporan resmi penegak hukum setempat.
Data yang dicatat adalah korban penembakan yang dilaporkan dan sudah terverifikasi, tidak termasuk kasus penembakan bunuh diri.
GVA melakukan riset ini sebagai bahan untuk diskusi dan penyusunan regulasi terkait kepemilikan dan penggunaan senjata api di AS.
(Baca: Penjualan Senjata Global Meningkat, Risiko Konflik Bertambah?)