Menurut data European Commission, volume emisi gas rumah kaca Indonesia pada 2022 mencapai 1,24 gigaton setara karbon dioksida (Gt CO2e). Angka ini tergolong besar di skala global maupun Asia Tenggara.
Namun, jika dihitung secara per kapita, emisi penduduk Indonesia tergolong rendah, yakni 4,47 ton setara karbon dioksida (tCO2e)/kapita/tahun.
(Baca: Ini Perbandingan Emisi Gas Rumah Kaca Negara Asia Tenggara pada 2022)
Negara Asia Tenggara yang emisi per kapitanya paling besar adalah Brunei Darussalam, yakni 32,66 tCO2e/kapita/tahun.
Emisi tahunan penduduk Brunei itu sekitar tujuh kali lipat lebih banyak dari penduduk Indonesia, sekaligus menjadi level emisi per kapita tertinggi ke-7 sedunia.
Namun, karena populasinya sedikit, emisi yang dihasilkan negara Brunei secara kumulatif sangat kecil, hanya menyumbang 0,03% terhadap total emisi gas rumah kaca global.
Hal serupa terjadi di Singapura. Kendati emisi per kapita penduduk Singapura tergolong besar, secara kumulatif kontribusinya sangat kecil, yakni hanya menyumbang 0,13% terhadap total emisi global.
Sedangkan pada 2022 Indonesia menyumbang sekitar 2,3% terhadap total emisi gas rumah kaca dunia, dan masuk ke jajaran top 10 kontributor emisi utama.
Emisi gas rumah kaca yang dicatat European Commission merupakan gabungan dari emisi karbon dioksida (CO2), metana (CH4), dinitrogen oksida (N2O), dan gas berfluorinasi (F gases).
Adapun data ini baru mencakup emisi dari sektor pembangkit listrik, transportasi, pembakaran energi untuk industri, pertanian, eksploitasi bahan bakar fosil (pertambangan, produksi, dan pengolahan), proses industri (seperti proses produksi semen, pengolahan logam, produk kimia, dll), pembakaran energi untuk bangunan non-industri, dan sektor limbah.
Sedangkan emisi gas rumah kaca dari sektor kehutanan dan penggunaan lahan atau land use, land-use change, and forestry (LULUCF) belum termasuk.
(Baca: Emisi Gas Rumah Kaca Indonesia Meningkat pada 2022, Tembus Rekor Baru)