Berdasarkan sistem pemantauan kebakaran hutan dan lahan SiPongi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), pemantauan 24 jam terakhir menunjukkan ada 979 titik panas (hotspot) terdeteksi di Indonesia. Jumlah titik panas ini bertambah 405 titik dibandingkan dengan periode sebelumnya.
Data tersebut merupakan hasil pencitraan satelit Terra/Aqua, SNPP, dan NOAA yang diakses pada Sabtu (19/10/2024) pukul 16.11 WIB. Dari 979 titik panas terdeteksi, 21 titik dengan tingkat kepercayaan hotspot tinggi, 921 titik skala sedang, dan 37 titik skala rendah.
Tingkat kepercayaan hotspot terbagi menjadi 3 skala. Skala rendah memiliki rentang 0 - 29, skala sedang 30 - 79, dan skala tinggi 80 - 100. Semakin tinggi tingkat kepercayaan hotspot, semakin tinggi juga kemungkinan wilayah tertentu terjadi kebakaran hutan dan lahan.
(Baca: Titik Panas Karhutla di Sumsel Bertambah pada Pertengahan Oktober 2023)
Titik panas terdeteksi paling banyak berada di Nusa Tenggara Timur sebanyak 130 titik. Sulawesi Tenggara menempati posisi kedua jumlah titik panas terbanyak dengan 118 titik. Sumatera Selatan berada di posisi ketiga sebanyak 78 titik panas.
Sebanyak 73 titik panas terdeteksi di Papua Selatan, Kalimantan Barat menyusul dengan 71 titik panas, serta Nusa Tenggara Barat dan Jambi masing-masing memiliki 65 dan 47 titik panas terdeteksi.
Titik panas merupakan titik koordinat suatu daerah yang memiliki temperatur permukaan lebih tinggi dibandingkan sekitarnya, dan bukan jumlah kejadian kebakaran hutan dan lahan.
Namun, banyaknya jumlah titik panas dan bergerombol pada suatu wilayah mengindikasikan adanya kejadian kebakaran hutan dan lahan. Artinya, data titik panas hasil deteksi satelit penginderaan jauh masih paling efektif dalam memantau kebakaran hutan dan lahan untuk wilayah yang luas.
(Baca: Kalimantan Barat Hasilkan Emisi CO2 dari Karhutla Terbanyak sampai Juli 2023)